Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Belanja Daring, Hati-hati Menggunakan Layanan Bayar Kemudian

7 Oktober 2019   06:56 Diperbarui: 7 Oktober 2019   18:58 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fintech (www.thinkstockphotos.com)

Semakin maraknya promosi bisnis secara online (daring), telah membawa perubahan pola konsumsi masyarakat dengan semakin banyak yang berbelanja menggunakan berbagai aplikasi daring yang populer.

Bahkan sekarang konsumen semakin dimanjakan karena adanya fitur layanan pay later atau bayar kemudian. Artinya bila seseorang ingin membeli suatu barang atau menikmati suatu jasa, padahal lagi tak punya uang, tak perlu khawatir. Silakan saja berbelanja, urusan pembayaran itu soal nanti.

Boleh dikatakan bahwa fasilitas layanan bayar kemudian sama saja dengan belanja secara kredit tapi tanpa menggunakan kartu kredit sebagaimana yang lazim selama ini.

Bayangkan kalau seseorang yang tak kuat menahan godaan iklan yang menggempur dari semua arah, bahkan ada dalam genggaman tangan berupa iklan yang tanpa diminta muncul sendiri di telepon pintar kita, tentu bisa tidak terkendali pola belanjanya.

Harian Kompas edisi Senin (30/9/2019) mengulas cukup rinci tentang fenomena maraknya aplikasi yang memberikan fasilitas bayar kemudian bagi konsumennya.

Fasilitas tersebut sebetulnya merupakan perkembangan lanjutan dari usaha pinjam meminjam uang berbasis teknologi finansial (fintech). Aplikasi pinjam meminjam itu tidak saja menyasar usaha produktif, tapi sudah menyasar kegiatan konsumtif.

Tak heran bagi yang rajin mengikuti berita ekonomi, tentu sudah tahu betapa banyak ekses negatif bagi peminjam uang berbasis teknologi finansial tersebut. Tidak sedikit peminjam yang terjerumus mencari pinjaman ke provider lain untuk membayar utang lamanya. 

Sumber Foto: tirto.id
Sumber Foto: tirto.id
Gampang ditebak, cara gali lubang tutup lubang seperti itu, hanya menjadi bom waktu, yang suatu saat betul-betul "membunuh" pelanggannya karena tak kuat menanggung beban pengembalian pinjaman berikut bunga yang mencekik dan dendanya. 

Si peminjam diintimidasi dan dipermalukan. Kalau ada pepatah yang mengatakan berakit-rakit ke hulu berenang-renang kemudian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, maka yang banyak terjadi sekarang adalah kebalikannya. Nikmat membawa sengsara gara-gara tidak tahan godaan berbelanja.

Nah dalam keadaan seperti itu, maksudnya ketika meminjam secara daring sangat gampang, malah makin dipergampang lagi dengan tidak usah meminjam, tapi cukup memanfaatkan fasilitas bayar kemudian saja saat berbelanja. 

Ya sebetulnya kan hakikatnya sama saja, sama-sama berutang. Tapi dalam istilah promosi yang dipakai, pay later tidak disebutkan sebagai utang atau pinjaman, hanya salah satu fasilitas layanan.

Jadi kalau kita telusuri kembali, terlihat bahwa selalu saja dunia usaha punya terobosan dalam menyiasati regulasi yang membatasi seseorang untuk berbelanja.

Sebelum marak bisnis kartu kredit, meminjam ke bank bukan perkara mudah bagi yang tak punya jaminan. Kemudian muncul kartu kredit yang sampai dijajakan di mal atau ruang tunggu bandara.

Akhirnya ketika seseorang bisa punya banyak kartu kredit di dompetnya, pihak Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator mengeluarkan aturan pembatasan kepemilikan kartu kredit.

Mereka yang punya penghasilan bulanan di bawah Rp 10 juta sebulan, tidak diperkenankan punya lebih dari dua kartu. Tapi tak ada masalah bagi yang tergiur iklan tawaran berbelanja, toh bisa meminjam secara daring yang dalam 24 jam sudah cair. Bandingkan dengan kartu kredit yang butuh 14 hari untuk memproses aplikasinya.

Lalu ketika meminjam secara daring mulai disorot pihak regulator, bentuk terobosan barunya adalah fasilitas bayar kemudian. Dalam hal ini penyedia layanan bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial yang sudah mendapat izin operasi dari pihak regulator.

Sama dengan pinjaman daring, bunga dari fasilitas bayar kemudian ini tergolong besar, di samping ada biaya administrasi bulanan. Belum lagi siap-siap dengan denda bila terlambat membayar yang dihitung secara harian.

Sebetulnya bagi mereka yang berbelanja untuk usaha produktif, memanfaatkan fasilitas bayar kemudian sangatlah menguntungkan. Contohnya para pedagang kecil atau pelaku usaha kreatif yang perlu membeli bahan baku.

Begitu juga bagi yang berbelanja dengan penuh kalkulasi, masih dalam batas kemampuannya untuk membayar kembali, tak ada yang perlu diragukan.

Masalahnya justru pada para penggila belanja yang matanya awas sekali mencari produk yang lagi dijual dengan diskon atau dengan iming-iming hadiah, beli satu dapat dua, dan sebagainya, padahal kemampuan keuangan sangat terbatas.

Maka cukup sudah menjadikan pengalaman orang lain yang menderita gara-gara terjebak pinjaman daring, jangan ditambah lagi dengan tercebur di fasilitas bayar kemudian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun