Jadi kalau kita telusuri kembali, terlihat bahwa selalu saja dunia usaha punya terobosan dalam menyiasati regulasi yang membatasi seseorang untuk berbelanja.
Sebelum marak bisnis kartu kredit, meminjam ke bank bukan perkara mudah bagi yang tak punya jaminan. Kemudian muncul kartu kredit yang sampai dijajakan di mal atau ruang tunggu bandara.
Akhirnya ketika seseorang bisa punya banyak kartu kredit di dompetnya, pihak Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator mengeluarkan aturan pembatasan kepemilikan kartu kredit.
Mereka yang punya penghasilan bulanan di bawah Rp 10 juta sebulan, tidak diperkenankan punya lebih dari dua kartu. Tapi tak ada masalah bagi yang tergiur iklan tawaran berbelanja, toh bisa meminjam secara daring yang dalam 24 jam sudah cair. Bandingkan dengan kartu kredit yang butuh 14 hari untuk memproses aplikasinya.
Lalu ketika meminjam secara daring mulai disorot pihak regulator, bentuk terobosan barunya adalah fasilitas bayar kemudian. Dalam hal ini penyedia layanan bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial yang sudah mendapat izin operasi dari pihak regulator.
Sama dengan pinjaman daring, bunga dari fasilitas bayar kemudian ini tergolong besar, di samping ada biaya administrasi bulanan. Belum lagi siap-siap dengan denda bila terlambat membayar yang dihitung secara harian.
Sebetulnya bagi mereka yang berbelanja untuk usaha produktif, memanfaatkan fasilitas bayar kemudian sangatlah menguntungkan. Contohnya para pedagang kecil atau pelaku usaha kreatif yang perlu membeli bahan baku.
Begitu juga bagi yang berbelanja dengan penuh kalkulasi, masih dalam batas kemampuannya untuk membayar kembali, tak ada yang perlu diragukan.
Masalahnya justru pada para penggila belanja yang matanya awas sekali mencari produk yang lagi dijual dengan diskon atau dengan iming-iming hadiah, beli satu dapat dua, dan sebagainya, padahal kemampuan keuangan sangat terbatas.
Maka cukup sudah menjadikan pengalaman orang lain yang menderita gara-gara terjebak pinjaman daring, jangan ditambah lagi dengan tercebur di fasilitas bayar kemudian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H