Memang pola merantau orang Minang, cenderung mengikuti jejak kerabatnya yang sudah lebih dahulu berhasil di suatu kota. Mungkin perantau Pesisir Selatan menjadi pionir ke Wamena, mengingat kota itu bukan tujuan yang populer dibandingkan daerah perantauan "tradisional" seperti ke Pulau Jawa atau daerah yang berkembang pesat seperti Batam, Balikpapan, Bali, dan sebagainyaÂ
Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit terbang langsung ke Jayapura dan Wamena untuk melihat kondisi para perantau asal Minang di sana. Sejauh ini respon Pemprov Sumbar masih proporsional.
Tapi berita yang beredar di media sosial antar warga Minang, mulai mengkhawatirkan, karena berbau nuansa ingin menegakkan harga diri dengan membalas dendam. Jika tidak dikendalikan, tentu saja berbahaya.
Langkah terbaik adalah dengan menyerahkan penanganan pada pihak berwajib untuk menghukum oknum yang terbukti bersalah. Semoga pihak berwajib mampu menjalankan perannya dengan baik.
Untuk masa depan, para perantau perlu juga memperhatikan, bila di suatu kota yang relatif kecil, perantau yang satu suku sudah terlalu banyak, sebaiknya calon perantau tidak lagi menjadikannya sebagai tujuan mencari rezeki.
Selain itu, organisasi para perantau, biasanya berbasis kedaerahan, perlu lebih aktif memantau situasi dan melakukan edukasi agar anggotanya punya kepekaan sosial. Terapkanlah kata pepatah lama yang sangat bijak: "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung".Â
Kerusuhan di Wamena memang pelajaran yang mahal harganya, tapi bisa diambil hikmahnya agar kelak tidak terjadi lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI