Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Suporter Indonesia Sebetulnya Baik Hati, Kecuali Bertemu Musuh Abadi

11 September 2019   20:33 Diperbarui: 11 September 2019   20:47 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suporter Thailand di GBK (indosport.com)

Dari awal saya sudah menduga Indonesia bakal kalah dari Thailand meskipun kita menjadi tuan rumah di stadion bersejarah, Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Selasa (10/9/2019) kemarin. Tapi jujur saya tidak menyangka akan kalah setelak itu, 0-3. 

Makanya saya justru lebih tertarik melihat tingkah suporter timnas. Apakah mereka akan bikin onar lagi? Tadinya saya mengira FIFA akan cepat menjatuhkan hukuman atas kegagalan PSSI menjadi tuan rumah yang baik karena terjadinya tindakan anarkis dari oknum suporter kita terhadap suporter Malaysia di GBK 5 hari sebelumnya.

Rupanya FIFA tak ingin gegabah, mungkin mereka sedang mengumpulkan data selengkap mungkin, tidak hanya membaca pengaduan dari pihak FAM (PSSI-nya Malaysia) saja. Padahal PSSI sudah pasrah apabila FIFA menginstruksikan laga Indonesia melawan Thailand digelar tanpa penonton.

Memang hanya sekitar 11.000 penonton yang hadir di GBK Selasa kemarin, terkesan kosong mengingat kapasitas GBK yang bisa menampung 80.000 orang. Saat berhadapan dengan Malaysia, diperkirakan dipenuhi sekitar 50.000 sampai 60.000 penonton, termasuk ratusan suporter Malaysia.

Syukurlah, terlepas dari kekalahan Indonesia, penyelenggaraan pertandingan berlangsung dengan baik. Salut untuk suporter Thailand yang ternyata tetap sengaja terbang ke Jakarta, tidak terpengaruh dengan berita kericuhan sebelumnya.

Dari pemberitaan di sejumlah media, suporter Thailand terlihat sangat nyaman dan mereka memuji kemegahan GBK yang dinilai lebih baik ketimbang stadion utama di Bangkok.

Kompas.com (10/9/2018) bahkan menulis tentang kemesraan antar suporter Indonesia dan Thailand, yang terlihat dari kegembiraan suporter Thailand saat menerima hadiah jersey dan syal dari suporter Indonesia.

Tak heran kalau ada suporter Thailand yang berkomentar bahwa suporter Indonesia adalah best friend mereka, seperti dilansir dari indosport.com (10/9/2019).

Apakah suporter kita sudah bertobat? Tampaknya bukan itu soalnya. Yang datang kemarin betul-betul suporter murni yang punya tujuan sekadar menonton aksi timnas sambil juga membuat atraksi bernyanyi bersama.

Lagipula kalau dilihat dari sejarahnya, kericuhan yang melibatkan sebagian suporter timnas selalu saat pertandingan melawan satu negara saja yang sudah kadung dianggap "musuh abadi", yakni negara serumpun Malaysia.

Sedangkan kericuhan lain yang juga sering terjadi hanya pada level pertandingan antar beberapa klub domestik yang terbilang rawan. Contohnya antar Persija Jakarta dengan Persib Bandung dan antar Persebaya Surabaya dengan Arema Malang.

Laga antar klub-klub tersebut juga kadung disebut sebagai musuh bebuyutan. Namun ada juga kericuhan yang membuat sejarah baru, yakni antara Persija dan PSM Makassar yang belum lama ini terjadi.

Sedangkan cerita lain tentang suporter kita justru banyak yang positif karena berhasil membuat berbagai atraksi menarik seperti konfigurasi yang membentuk kalimat atau lambang tertentu.

Saat Persija menjamu klub juara Liga Malaysia, Johor Darul Takzim, yang berlangsung tahun lalu dalam turnamen Piala AFC, tak tampak kalau Malaysia adalah "musuh". Suporter Johor menikmati persahabatan dengan Jakmania dan belajar membuat atraksi bersama.

Hanya saja di level antar negara, memang masih rawan bila Indonesia ketemu Malaysia. Untuk jangka pendek, mungkin sebaiknya suporter tamu tidak diperkenankan hadir. 

Artinya, suporter Malaysia tak usah datang ke GBK dan suporter Indonesia jangan datang ke Stadion Bukit Jalil Kuala Lumpur. Ini persis seperti laga Persija vs Persib yang hanya dibolehkan khusus bagi suporter tuan rumah.

Namun untuk jangka panjang, perlu perbaikan mental suporter untuk tidak lagi bertindak brutal. Tindakan tersebut mencemarkan nama negara dan harus menerima hukuman yang akhirnya merugikan suporter secara keseluruhan. Segelintir yang berbuat, tapi semua kena getahnya.

Suporter senior jangan lagi menurunkan ilmu berantem ke juniornya dan juga jangan memprovokasi dengan dalih menyerang musuh abadi. Sepak bola buat menyatukan, bukan menceraikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun