Pada waktu jumpa pers pengumuman lokasi yang ditetapkan pemerintah sebagai ibu kota baru, Senin (26/8/2019), Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa yang dipindahkan hanya pusat pemerintahan saja. Sedangkan pusat bisnis dan keuangan tetap di Jakarta.
Artinya pusat aktivitas bisnis yang dilakukan pihak swasta tidak mengalami perubahan. Hanya saja ada perusahaan yang punya fungsi ganda, mencari keuntungan dan sekaligus sebagai agent of development. Perusahaan dimaksud adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) beserta anak perusahaan dan cucu perusahaannya.
Sebagai BUMN, tentu dalam berbisnis tidaklah sebebas pesaingnya dari perusahaan swasta. Soalnya koordinasi dengan pemerintah harus sering dilakukan. Paling tidak ada tiga kementerian yang dekat hubungannya dengan BUMN, yang Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan kementerian teknis terkait.
Kementerian Keuangan berkaitan dengan target dividen yang harus disetor setiap tahun oleh semua BUMN sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Besarnya dividen tergantung pada besarnya laba masing-masing BUMN. Adapun Kementerian BUMN bertindak sebagai instansi yang melakukan supervisi termasuk mengganti pengurus BUMN.
Sedangkan kementerian teknis tergantung pada bidang bisnis masing-masing BUMN. Sebagai contoh, BUMN bidang konstruksi sangat berkaitan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. BUMN bidang transportasi sangat berkaitan dengan Kementerian Perhubungan.
Khusus untuk Kementerian BUMN telah banyak tersiar berita yang menyatakan akan segera ditiadakan dan berganti menjadi super holding seperti yang ada di Temasek Group di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Kalau ini terjadi, sangat jelas arah pemerintah yang menginginkan BUMN berkembang bisnisnya secara sehat dan mengurangi hal yang bersifat birokratis.
Kalau memang bobot bisnis BUMN lebih besar ketimbang bobot agen pembangunannya, maka sebaiknya BUMN yang selama ini berkantor pusat di Jakarta tidak perlu ikut-ikutan pindah ke ibu kota baru. Demikian pula beberapa BUMN yang berkantor pusat di luar Jakarta, biarkan tetap sepereti itu, seperti Telkom, Pos Indonesia dan Kereta Api Indonesia yang memilih Bandung sebagai kantor pusat, PT Timah di Pangkal Pinang, Semen Indonesia di Gresik, dan sebagainya.
Lembaga penting seperti Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), dan lembaga lain yang erat kaitan dengan dunia usaha, agar lebih efektif dalam melakukan koordinasi, maupun pembinaan dan pengawasan, tentu juga diharapkan tetap bermarkas di Jakarta. Â
Bayangkan kalau lembaga-lembaga penting di atas pindah ke Kalimantan sementara faktanya pusat bisnis masih di Jakarta, betapa tidak efisiennya para pengurus perusahaan, baik BUMN maupun swasta, bolak balik Jakarta-Balikpapan (bandara Sepinggan di Balikpapan adalah bandara terdekat dari lokasi ibu kota baru).
Hal ini tidak sepenuhnya mencontoh yang diterapkan di Amerika Serikat (AS). Di sana, NYSE (New York Stock Exchange)  yang ada di kawasan Wall Street, New York, menjadi bursa utama, namun Federal Reserve (sering disebut the Fed) sebagai  bank sentral AS berpusat di Washington yang menjadi ibu kota negara.
Bagaimanapun pasti pemerintah telah atau sedang melakukan pengkajian secara matang, mana yang terbaik buat BUMN, apakah akan memindahkan kantor pusatnya ke ibu kota yang baru, atau tetap seperti yang ada sekarang ini.Â