Kalau begitu mungkinkah karena faktor pendidikan? Sekali lagi, pendidikan formal terakhir kami juga sama levelnya. Demikian pula penghasilan bulanan kami, masih dalam range yang sama.
Nah, meskipun saya tidak tahu pembenarannya secara ilmiah, kuat dugaan saya, faktor karakter pribadi lah yang menjadi faktor pembeda antara saya dengan saudara sepupu saya.
Dari kecil ia sudah terlihat cenderung extrovert, sementara saya lebih introvert. Ia suka menjadi pusat perhatian, sementara saya senang menjalankan peran di belakang layar. Terhadap hal ini tentu para psikolog yang lebih kompeten untuk menjelaskan.
Dugaan saya bisa saja salah. Tapi saya yakin bahwa bagi siapapun, sebaiknya tetap menggunakan akal sehat dalam menghadapi "serangan" promo yang demikian gencar saat ini.
Tentu bohong kalau saya berkata sama sekali tidak terpengaruh dengan promo. Untuk barang harian, saya dan istri terbilang sering membeli barang promo dengan jumlah lebih banyak. Hitung-hitung, kebutuhan bulan depan sudah saya rapel duluan.
Sedangkan untuk barang yang saya tahu akan sangat jarang terpakai, saya cenderung mengabaikan program promo. Inilah yang saya maksud salah satu ciri berbelanja dengan akal sehat.
Jadi, untuk produk fashion dan perangkat elektronik, saya akan memanfaatkan promo ketika memang lagi butuh barangnya. Selagi barang yang sama yang saya sudah punya masih layak pakai, saya belum berniat untuk mengganti.
Kalau dugaan saya betul bahwa faktor karakter menjadi penentu pola konsumsi seseorang, saya juga yakin, meski sulit, karakter tetap bisa diubah. Tentu dengan kemauan yang besar dan dilakukan secara perlahan-lahan. Lama-lama akan menjadi kebiasaan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H