Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Zakir Naik Tak Jadi Diusir dari Malaysia, Demi Kepentingan Politik?

5 September 2019   08:10 Diperbarui: 5 September 2019   08:11 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakir Naik adalah seorang penceramah agama Islam yang terkenal secara internasional. Laki-laki asal India yang sekarang bermukim di Malaysia itu, dalam sebulan terakhir ramai diberitakan media massa karena terancam diusir oleh pemerintah di negara jiran tersebut.

Adapun alasan pengusiran dimaksud disebabkan oleh isi ceramahnya yang menyinggung perasaan masyarakat berdarah India dan beragama Hindu yang jumlahnya cukup banyak di Malaysia.

Jadi, masalah ceramah agama yang dinilai mengandung nilai memecah keutuhan bangsa, rupanya bukan dihadapi oleh Indonesia saja. Malaysia pun begitu pula, yang ironisnya dilakukan oleh orang asing yang telah dibantu untuk bisa menetap dan dilindungi di sana. Soalnya Zakir sendiri diburu oleh pemerintah India.

Perlu diketahui, pemuja Zakir di Indonesia amat banyak jumlahnya. Ia pernah berdakwah di Bandung tahun 2017 dan dihadiri pendengar yang berlimpah yang datang dari berbagai penjuru tanah air.

Ketika itu untunglah tidak ada dampak negatif dari ceramah Zakir. Padahal jangan lupa, tahun 2017 tersebut merupakan tahun yang menghebohkan dunia politik kita dengan munculnya kubu pro dan anti Ahok.

Namun ceramah-ceramah Zakir di Malaysia sudah meresahkan sebagian kalangan di sana. Majalah Tempo edisi 2-8 September 2019 menulis tentang Zakir yang antara lain menyebutkan bahwa khotbahnya yang kontoversial berhasil menyedot jutaan pengikut setia.

Zakir Naik yang sekarang berusia 54 tahun itu sebenarnya adalah seorang dokter spesialis bedah lulusan Univesity of Mumbai, India. Namun jalan hidupnya kemudian jauh dari latar belakang pendidikannya.

Tahun 1991 Zakir mendirikan Islamic Research Foundation. Setelah itu karirnya sebagai da'i makin berkibar. Materi ceramahnya terfokus pada penyebaran agama Islam dan perbandingan agama. Topik yang sensitif sebetulnya, apalagi video ceramahnya sangat gampang dicari di dunia maya.

Ketika Malaysia masih dipimpin Najib Razak pada tahun 2015,  Zakir dihadiahi status penduduk tetap. Namun baru digunakannya setelah pada tahun 2016 Zakir kabur dari India karena disangkutpautkan dengan serangan bom di Bangladesh.

Ada beberapa pasal yang dituduhkan pada Zakir yakni pencucian uang, ujaran kebencian dan pendanaan terorisme. Namun permintaan pemerintah India untuk mengekstradisi Zakir tidak digubris Malaysia.

Sedangkan ceramahnya yang bikin heboh Malaysia baru-baru ini terkait pernyataan bahwa umat Hindu di Malaysia mendapat hak 100 kali lebih banyak ketimbang umat Islam di India.

Akibatnya Zakir diinterogasi pihak kepolisian Malaysia dengan tuduhan menghasut kebencian rasial yang sangat sensitif di negara multi etnis itu. Empat orang menteri mendesak agar Zakir Naik dideportasi.

Makanya isu akan diusirnya Zakir sangat kuat berhembus pada bulan lalu. Tapi sesuai pemberitaan Tempo di atas, desakan tersebut justru kandas di tangan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.

Bahkan seorang Anwar Ibrahim yang disebut-sebut akan menjadi pengganti Mahathir, juga sudah berubah pikiran. Awalnya Anwar ikut mendesak agar Zakir minta maaf kepada Mahathir, sekarang sikapnya melunak.

Alhasil hukuman bagi Zakir Naik hanya larangan berceramah di depan publik saja. Itupun diduga tidak berlaku secara permanen. 

Semua itu sangat mungkin karena Zakir Naik memang banyak pendukungnya dari kalangan etnis Melayu yang merupakan 60 persen dari jumlah penduduk Malaysia. Tentu itu jumlah yang sangat signifikan dalam konteks politik sebagai pendulang suara pada pemilu. 

Tapi kalau memang pertimbangannya karena faktor politik, rasanya cukup disayangkan. Apa yang oleh pengamat politik disebut sebagai politik identitas dan nyaris membuat bangsa Indonesia terbelah, tampaknya jadi "penyakit" pula di Malaysia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun