Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Demokrat Dicuekin PDIP Meski Lebih Awal Merapat

13 Agustus 2019   12:13 Diperbarui: 13 Agustus 2019   12:51 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin politik sangat gampang berubah arah. Masih segar dalam ingatan, betapa bahagianya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) saat berlebaran ke kediaman Megawati Soekarnoputri, awal Juni 2019 yang lalu. Kebahagiaan itu terpancar pada foto-foto mereka yang menghiasi media massa.

Beberapa hari sebelum itu, Megawati juga menghadiri pemakaman Ibu Ani Yudhoyono di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Maka peristiwa langka pun terjadi ketika dua mantan Presiden yang jarang berinteraksi, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, saling berjabat tangan dan saling bertegur sapa.

Keduanya adalah figur paling kuat di partai masing-masing, Mega di PDIP dan SBY di Partai Demokrat (PD). Terbukanya jalur komunikasi antar kedua partai ini telah menerbitkan harapan bahwa PD akan segera bergabung dengan pemerintahan baru yang akan dibetuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Barangkali saja AHY akan menjadi menteri yang dinilai cocok dengan keahliannya.

Tapi begitulah kalau angin sudah berubah arah. Tanpa diduga, sekarang PD terkesan dicuekin PDIP. Ternyata meskipun PD mencuri start dengan lebih awal merapat, semuanya jadi mubazir ketika PDIP bermesraan dengan Gerindra. Hal ini jelas terbaca saat Kongres PDIP di Bali baru-baru ini, di mana Prabowo yang menjadi Ketua Umum Gerindra menjadi tamu istimewa Megawati.

Di mana letak korsletingnya hubungan PD-PDIP? Kalau masih disinggung-singgung soal "perang dingin" ketika SBY terpilih menjadi Presiden selama dua periode setelah mengalahkan Megawati, sudah tidak relevan lagi. Toh silaturahim telah tersambung di hari raya Idulfitri yang lalu.

Wajar bila ada yang bilang kasihan pada PD. Setelah politik nasi goreng Megawati berjalan dengan baik, PD pun jadi terlupakan, tak lagi banyak pemberitaan tentang kiprahnya di media massa.

Lalu pihak mana yang layak disalahkan? Apakah PDIP yang dianggap "kejam" karena setelah memberi angin surga terus seperti tidak pernah terjadi apa-apa? Atau justru pihak PD yang terlalu kalem, berharap PDIP yang melakukan kunjungan balasan ke Cikeas?

Tentu masing-masing pihak tak ada yang mau disalahkan. PDIP mungkin saja mengatakan bahwa renggangnya hubungan dengan PD karena PD yang terlalu jaim (jaga image). Sementara PD mungkin saja mengatakan PDIP langsung balik badan tanpa ada aba-aba sebelumnya.

Sedangkan di mata publik, silakan saja memegang penilaiannya masing-masing. Yang jelas memang begitulah adanya dunia politik, yang gampang mengubah arah angin itu tadi.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun