Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dari Dulu Lulusan UI Dianggap Lebih Menuntut Gaji Besar Ketimbang Universitas Lain

26 Juli 2019   14:03 Diperbarui: 26 Juli 2019   15:26 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertengahan tahun 1986, alhamdulillah saya diterima bekerja di sebuah perusahaan milik negara yang relatif terkenal karena punya jaringan kantor di semua kota di Indonesia. Kalau tidak salah ingat dari sekian banyak pelamar, yang diterima satu angkatan dengan saya berjumlah 36 orang.

Tapi ada satu orang lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) yang hanya bergabung di hari pertama saja, saat pembukaan masa on the job training. Dengar-dengar ia langsung hengkang begitu mengetahui gaji awal bagi fresh graduate di BUMN tersebut hanya Rp 300.000 per bulan. Mungkin bila disesuaikan dengan kondisi sekarang, taksiran saya setara sekitar Rp 4 sampai 5 juta.

Belakangan dari seorang temannya yang tetap bertahan di tempat saya bekerja, ada kabar bahwa si teman yang hengkang akhirnya diterima di sebuah perusahaan minyak asing yang beroperasi di Riau dengan gaji Rp 900.000. Artinya, keputusan ia keluar dari perusahaan negara, di pandang dari sisi penghasilan, sudah tepat.

Saya tidak heran kenapa lulusan FEUI tidak banyak berkarir di pemerintahan (selain di Kementerian Keuangan) dan juga tidak banyak di perusahaan milik negara. Soalnya, dengan bekal pergaulan dan informasinya yang lebih luas ketimbang anak-anak dari daerah (apalagi di zaman dulu sebelum ada internet), maka alumni FEUI lebih memilih meniti karir di perusahaan asing yang menawarkan gaji di atas rata-rata pasar.

Selain FEUI, beberapa fakultas di ITB juga bersikap serupa. Maka kalau saat ini banyak petinggi di perusahaan milik negara yang alumni UGM, Unpad, IPB, ITS, Undip, Unbraw, Unair, dan bahkan juga dari universitas negeri di luar Jawa, tentu karena memang sejak di awal karirnya, mereka sudah dominan.

Jadi terkait berita yang viral di sosmed ada alumni UI yang menolak gaji Rp 8 juta sebulan, sebetulnya bukan hal aneh. Dari dulu pun anak-anak UI diledek sebagai orang yang lebih matre (materialistis) ketimbang fresh graduate dari perguruan tingggi lain.

Di mata orang lain, boleh jadi yang menolak gaji Rp 8 juta dinilai sombong, karena secara umum saat ini gaji awal per bulan bagi seoarng fresh garduate di perusahaan berskala nasional, baik milik negara maupun swasta, masih dikisaran Rp 6 hingga 7 juta rupiah. 

Tapi khusus bagi alumni UI, kompas.com (25/7/2019) menulis bahwa sarjana UI yang baru diterima bekerja memang mendapat gaji yang beragam. Ada  21 persen yang mendapat gaji lebih Rp 9 juta per bulan, tapi juga ada 7,7 persen yang menerima gaji di bawah Rp 3 juta per bulan. 

Kepala Carier Development Center UI, Dr. Sandra Fikawati, menilai tidak terlalu  berlebihan bila ada seorang fresh graduate menolak gaji Rp 8 juta. Anak saya sendiri yang baru 10 bulan lalu lulus dari FEUI, diterima bekerja di sebuah konsultan ternama, dengan gaji sekitar Rp 6 juta per bulan. 

Namun akhirnya anak saya cuma betah selama 8 bulan, bukan karena gaji, tapi gak tahan dengan jam kerja yang baru pulang ke rumah sudah larut malam. Lagipula anak saya punya passion untuk berwirausaha di bidang yang ada kaitannya dengan musik. Saya yang awalnya menyayangkan si anak melepas pekerjaan kantorannya, mau tak mau harus merestui.

Lalu berapakah gaji yang wajar untuk seorang fresh graduate? Tentu jawabannya amat beragam. Yang saya tahu di banyak BUMN pasarannya saat ini memang di kisaran Rp 6-7 juta itu tadi. Menurut saya hal itu sudah wajar sepanjang ada jenjang karir yang jelas, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, staf baru yang berkinerja bagus sudah bisa mendapatkan promosi jabatan yang sekaligus berarti kenaikan gaji.

Bagi yang baru lulus S1 dan masih mencari pekerjaan, jangan takut dengan gaji awal yang kecil, asal jelas jenjang karirnya dan tambahan penghasilan lain bagi yang berprestasi. 

Di banyak BUMN yang meraih laba yang besar, karyawannya bisa menerima gaji setara 24 kali gaji bulanan setiap tahunnya. Perhitungannya adalah 12 kali dari gaji bulanan, 2 kali gaji buat tunjangan hari raya, 1 kali gaji buat tunjangan cuti tahunan, dan sisanya dari bonus produktivitas karyawan yang dibayarkan dua kali setahun.

Setiap kali pembayaran bonus, karyawan yang mampu bekerja melebihi target bisa mendapat 4-5 kali gaji bulanan, sedangkan yang kurang produktif hanya mendapat 2 kali gaji bulanan. Nah, hitung sendiri, bagi yang berprestasi tinggi akan mendapat 24 kali gaji bulanan.

Banyak pula BUMN yang memberikan kesempatan stafnya untuk ikut pendidikan S2 di dalam atau di luar negeri dengan biaya dinas. Enaknya, selama kuliah, gaji si staf tetap dibayar utuh, hanya bonusnya yang lebih kecil ketimbang temannya yang aktif bekerja dengan melampaui target dari atasannya. Setelah meraih gelar S2, karir si karyawan biasanya akan lebih bersinar karena masuk kelompok talent yang mendapat prioritas untuk promosi. 

Jadi, jangan terpaku dengan gaji awal yang ketinggian atau kerendahan. Sepanjang perusahaan tersebut punya pola pengembangan karir yang jelas dan ladang yang bagus tempat menimba ilmu dan memperbanyak pengalaman, jangan ragu untuk memulai karir. Jika tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang disukai, sukailah apa yang dikerjakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun