Lebih dari sekadar novel yang tentu saja bersifat fiktif, Pramoedya sangat mampu menghadirkan kondisi sosial di era lebih satu abad yang lalu itu. Makanya pembaca tidak saja hanyut membaca roman percintaan, tapi sekaligus belajar sejarah, sosial, budaya, ekonomi, hukum, dan ilmu-ilmu lainnya.
Justru karena novelnya dapat dilihat dari banyak perspektif, wajar kalau ada pihak yang meragukan, akankah filmnya mampu mengangkat nilai-nilai yang terkandung di novel ke layar lebar? Jangan-jangan hanya menjadi film drama semata.
Memang harus diakui, Hanung adalah salah satu sutradara muda yang cemerlang. Namun rasanya belum bisa disejajarkan dengan sutradara legendaris Teguh Karya dan Arifin C. Noer.Â
Ada juga sutradara sekarang yang sering dapat dapat penghargaan di berbagai festival, yakni Garin Nugroho. Tapi tentu produser punya pertimbangan kenapa film ini tidak jatuh ke tangan Garin.
Belum lagi kalau diomongkan para pemain utama yang dipilih Hanung. Iqbaal Ramadhan yang sukses di 2 seri film Dilan mungkin terlalu manis untuk jadi Minke.Â
Sedangkan Mawar Eva de Jongh dan Sha Ine Febriyanti yang kebagian peran Annalies dan Nyai Ontosoroh, namanya belum begitu berkibar dalam kancah perfilman nasional.
Bagaimanapun juga, saya sudah tak sabar untuk menunggu penayangan film Bumi Manusia. Semoga menjadi film yang fenomenal dan menembus pasar internasional sebagaimana yang diraih oleh novel yang mengharumkan nama Pramodya Antata Toer sekaligus juga nama Indonesia di mata dunia itu.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H