Sebagai salah satu keistimewaan bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, adalah tidak mempunyai kabupaten atau kota yang bersifat otonom seperti di semua provinsi lainnya. DKI hanya punya 5 wilayah kota dan 1 kabupaten yang bersifat administratif.
5 kota tersebut adalah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Sedangkan 1 kabupaten adalah Kepulauan Seribu.
Maka meskipun DKI punya 5 wali kota dan 1 bupati, tapi semuanya tidak dipilih oleh rakyat melalui pilkada, namun ditunjuk oleh Gubernur DKI. Selain itu, juga tidak ada DPRD untuk level kota dan kabupaten tersebut.
Mengingat ibu kota negara sudah dipastikan akan pindah ke Kalimantan, DKI Jakarta pun terancam kehilangan status DKI-nya. Bila benar begitu, agar tetap menjadi provinsi, apakah mungkin ke 5 kota dan 1 kabupaten yang bersifat administratif tersebut menjadi kota dan kabupaten yang otonom?
Secara kapasitas, tampaknya sangat memungkinkan, kecuali mungkin Kepulauan Seribu. Kalau Tangerang Selatan saja sudah menjadi daerah otonom sehingga punya wali kota yang dipilih langsung oleh warganya, tentu Jakarta Selatan juga bisa.
Jadi, daerah Tangerang yang dulu hanya merupakan sebuah kabupaten, sekarang dimekarkan menjadi tiga daerah otonom, yakni Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Rasanya wajar pula bila Jakarta punya 5 pemerintahan kota. Dari sisi penerimaan daerah, tak diragukan lagi, 5 wilayah kota di Jakarta mampu mendanai anggaran belanjanya. Padahal banyak kabupaten atau kota hasil pemekaran yang mengandalkan dana alokasi dari pemerintah pusat.
Tapi masalahnya bukan soal bisa atau tidak bisa, melainkan apakah akan efektif bagi pembangunan Jakarta sebagai sebuah kota yang terbesar di negara kita, meski nantinya bukan berstatus ibu kota lagi.
Kecuali Kepulauan Seribu yang secara geografis terpisah relatif jauh dari pusat kota, ke 5 wilayah kota sebetulnya adalah satu kesatuan yang dalam perencanaan pembangunan serta implementasinya sangat membutuhkan koordinasi di bawah komando seorang gubernur.
Bayangkan betapa gaduhnya bila misalnya wali kota Jakarta Selatan berasal dari PKS sedangkan Jakarta Pusat dari PDIP. Kalau gubernurnya bisa adil bila terjadi gesekan antar wali kota mungkin masih oke.
Memang masih belum jelas bagaimana dengan status DKI setelah ibu kota tidak lagi di Jakarta. Pilihan untuk mendegradasi dengan mengembalikan Jakarta sebagai kota biasa, bukan provinsi, rasanya bukan pilihan yang tepat, mengingat kompleksitas masalah di Jakarta.
Timbunan sampah di Jakarta tidak akan berkurang, demikian pula tingkat polusinya, hanya karena tidak lagi menyandang status ibu kota.Â
Jika statusnya bukan lagi provinsi tentu Jakarta akan menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat dan kedudukannya kalah oleh Bandung yang berstatus ibu kota provinsi.
Atau biar ada perimbangan antara Jawa Barat dan Banten, bisa pula Jakarta jadi bagian dari provinsi Banten. Kalau kota Serang ikhlas, ibu kota provinsi Banten bisa dialihkan ke Jakarta.
Apapun skenario yang disiapkan pemerintah pusat buat Jakarta, sosialisasinya sebaiknya dilakukan secara serentak dengan sosialisasi kepindahan ibu kota ke kota yang dipilih.Â
Namun, sementara kepastian kepindahan ibu kota sudah dipastikan, harusnya diumumkan pula status Jakarta setelah berstatus mantan ibu kota.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H