Biasa, di media sosial banyak sekali bersliweran pesan berupa nasehat agar kita hidup sehat. Sebagian pesan itu perlu dikritisi karena belum tentu benar. Tapi tadi pagi saya membaca pesan berupa saran sejumlah gerakan yang perlu dihindari para lansia atau yang berumur 65 tahun ke atas. Salah satunya adalah mengurangi aktivitas naik tangga.
Menurut saya pesan itu termasuk logis. Soalnya dulu saya sering melihat ayah saya dan juga ayah dan ibu mertua saya, sudah tidak kuat menaiki tangga untuk bisa ke lantai 2 rumah saya. Beliau melakukannya dengan terengah-engah sambil berpegangan pada pagar tangga.Â
Meskipun saya tidak ahli di bidang kesehatan, tapi dari penjelasan dokter spesialis orthopedi tempat saya pernah berkonsultasi, faktor usia yang mulai menua membuat mereka yang berumur di atas 55 tahun disarankan lebih cermat dalam memilih jenis olahraga yang akan dilakukannya. Padahal menurut saya usia 55 tahun belum termasuk lansia.Â
Nah sang dokter tersebut juga sama pendapatnya, tidak hanya harus mengurangi naik turun tangga (ternyata turun tangga sama bahayanya dengan naik tangga bagi orang tua), tapi juga membatasi lamanya berdiri atau berjalan kaki. Hal tersebut berkaitan dengan berbagai penyakit tulang dan persendian.
Di lain pihak banyak lansia yang overweight dan perlu menurunkan berat badan. Untuk itu, menurut sang dokter, sepeda statis dan berenang adalah olahraga yang cocok untuk lansia.
Tapi ada satu kondisi yang membuat lansia tak bisa menghindar dari naik tangga, yakni kalau ke masjid. Justru semakin lanjut usia seseorang, semakin "tertambat" hatinya di masjid, agar bisa melaksanakan salat berjamaah lima kali sehari secara tepat waktu.Â
Kalau masjid kecil yang hanya ada satu lantai, tentu tidak ada masalah. Namun bagi yang sering berkeliling dari satu masjid ke masjid lain, tentu tahu bahwa  banyak masjid saat ini yang terdiri dari dua lantai. Ruang utama untuk salat berjamaah biasanya berada di lantai dua, sedangkan lantai satu untuk ruang multifungsi yang malahan sering sepi aktivitas.
Untuk ke lantai dua tersebut, mau tak mau harus melewati sejumlah anak tangga. Ada juga masjid megah yang dilengkapi tangga berjalan, bahkan juga ada yang pakai lift. Tapi ini sangat jarang ditemukan, dan kalaupun punya fasilitas seperti, adakalanya tidak difungsikan karena boros biaya listrik dan pemeliharaannya.
Maka bagi masjid yang akan dibangun disarankan agar rancangannya sengaja mengakomodir kenyamanan dan kemudahan bagi lansia, misalnya ruang utama untuk salat ditempatkan di lantai bawah.Â
Sedangkan bagi masjid yang sudah berdiri, mungkin bila nanti direnovasi, tangga ke lantai duanya dibikin ulang yang tidak terlalu curam. Kalu perlu ada jalur khusus buat pengguna kursi roda.
Tidak hanya soal tangga, agar suatu masjid lebih ramah pada lansia dan kaum difabel, toilet dan tempat wudhu juga perlu mendapat perhatian, lantainya tidak licin dan banyak tempat pegangan tangannya. Lebih baik lagi bila disediakan toilet khusus lansia dan difabel.
Setiap masjid juga perlu menyediakan beberapa kursi lipat yang dapat dimanfaatkan oleh jamaah yang tidak mampu mengikuti semua gerakan salat secara normal. Ada jamaah lansia yang sangat sulit melakukan gerakan dari berdiri ke posisi sujud dan sebaliknya, sehingga jamaah seperti ini diperkenankan melakukan sujud dalam posisi duduk di atas kursi.
Masjid yang bangunannya bagus akan semakin lengkap bila menjadi masjid yang ramah bagi para lansia dan kaum difabel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H