Tentu saja di mata masyarakat banyak, bahkan barangkali juga di mata para profesional, jauh lebih bergengsi status sebagai BUMN ketimbang "hanya" anak perusahaan BUMN. Meskipun sekadar contoh ada induk yang tergantung pada anaknya seperti PT Telkom yang BUMN sebagian besar labanya ditopang oleh  Telkomsel yang berstatus anak perusahaan.
Namun kalau dilihat dari sisi "kebebasannya" dari jangkauan pemerintah, logikanya berkakrir di anak perusahaan BUMN menjadi tantangan tersendiri. Tapi apakah betul-betul sudah bebas seperti perusahaan swasta?
Ini yang perlu didalami lebih lanjut, karena paling tidak ada beberapa hal yang mengindikasikan terdapat dualisme dalam status anak perusahaan BUMN. Maksudnya secara legal standing diakui bukan sebagai BUMN, tapi pada hal lain ada kesamaannya dengan BUMN,
Pertama, pengurus anak perusahaan BUMN diperlakukan sama dengan pengurus BUMN dalam hal kewajiban membuat laporan daftar kekayaan secara periodik yang dikirimkan ke KPK.
Kedua, dalam pemilihan direktur utama anak perusahaan BUMN, kalau tidak keliru saat ini harus melalui tahap pengusulan ke Kementerian BUMN. Sedangkan pemilihan direktur lain sebagai anggota direksi anak perusahaan, cukup diputuskan oleh direksi induk perusahaan melalui forum RUPS.
Ketiga, pejabat dan karyawan anak perusahaan BUMN melakukan upacara bendera setiap memperingati hari besar nasional, seperti juga yang wajib di BUMN induk. Tidak hanya upacara setiap tanggal 17 Agustus yang perusahaan swastapun juga melakukannya, tapi juga misalnya pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Hari Lahir Pancasila, Hari Pahlawan, dan sebagainya.
Secara budaya kerja pun, anak perusahaan BUMN lebih dekat ke BUMN ketimbang gaya perusahaan swasta, meski harus diakui sekarang banyak BUMN yang meniru swasta seperti membolehkan karyawannya berpakaian kasual dan jam kerja yang fleksibel.
Kemudian dalam hubungannya dengan pemerintah, baik secara langsung atau tidak, pemerintah pada akhirnya tetap perlu memperhatikan anak-anak perusahaan BUMN yang demikian banyak jumlahnya  agar tidak menjadi beban bagi BUMN induknya, tapi mampu menjadi "ayam bertelur emas".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H