Mudah-mudahan tulisan saya kali ini tidak ditafsirkan sebagai riya atau pamer karena memang tak sedikitpun terniat untuk itu. Saya hanya memakai sebagai pembuka tulisan saja, bahwa setiap menjelang lebaran saya memberikan sedikit uang kepada beberapa orang office boy (OB) yang bertugas di kantor tempat saya bekerja. Ada juga buat satpam dan sopir kantor yang sering mengantar saya dan teman-teman kalau ada agenda di luar kantor.Â
Sedangkan di lingkungan rumah tempat saya tinggal, hal yang sama juga dilakukan buat tenaga keamanan, baik yang resmi maupun yang tidak resmi, dan petugas kebersihan yang rutin mengambil sampah dari rumah ke rumah.
Sebetulnya dari sisi saya pribadi, saya harus berterima kasih kepada mereka yang bersedia menerima pemberian tersebut, karena secara syariat agama memang wajib hukumnya memberikan sebagian rezeki yang diterima kepada mereka yang penghasilannya lebih terbatas.
Tapi saya sering terperangkap dengan kondisi si penerima lah yang menyalami saya sambil membungkuk, mengucapkan terima kasih dengan takzim, dan tak sedikit pula yang diiringi dengan membaca doa semoga rezekinya (maksudnya rezeki saya sebagai pihak pemberi) ditambah Allah dengan berlipat ganda.
Dulu betapa sejuknya hati saya didoakan seperti itu. Saya pernah mendengar ceramah seorang uztad bahwa doa dari kaum yang terpinggirkan lebih makbul. Mungkin ini rahasianya kenapa banyak kita temui kisah orang-orang yang semakin bertambah hartanya justru setelah mengeluarkan banyak bantuan buat orang yang hidupnya berkekurangan.
Maka bila saya didoakan seperti itu, saya dengan bersemangat langsung menjawab dengan mengucapkan "Aamiiin ya Allah" secara jelas, meskipun tak ada niat saya untuk bermain matematika. Saya tidak menjadikan pemberian sebagai pancingan untuk menjaring harta lebih banyak, memberi 100 tapi berharap dapat 1000, karena ada pula uztad yang bilang tingkat pengembaliannya 10 kali lipat.
Namun sekarang saya tidak serta merta menjawab doa seperti itu, setelah saya membaca sebuah buku yang antara lain isinya tentang larangan menumpuk harta dan betapa berat pertanggungjawaban harta yang kita terima, bagaimana kita mendapatkannya dan bagaimana kita menggunakannya.
Tentu saja saya tetap meng-amin-kan doa yang dibacakan teman-teman yang saya berikan sedikit bantuan itu tadi. Hanya saja saat mengaminkan tersebut sambil dalam hati saya berucap, "ya Allah semoga semua rezeki yang Engkau berikan adalah rezeki yang halal, membawa berkah, dan tuntunlah agar semuanya digunakan di jalan yang Engkau ridhoi."Â
Tak ada gunanya rezeki banyak bila malah membawa persoalan baru seperti sikap hidup yang makin hedonis, lalai dalam beribadah, pertengkaran dengan anggota keluarga, dan sebagainya.Â
Kelihatannya enak bila doa agar dilimpahi rezeki yang berlipat ganda tersebut langsung dikabulkan Allah. Berlipat ganda itu sangat besar lho, tapi teramat berat pula mempertanggungjawabkannya. Maka, sekali lagi, yang penting adalah keberkahannya dan selalu bersyukur atas apapun yang diberikan Allah kepada kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H