Kekalahan Prabowo-Sandi pada pilpres yang lalu menimbulkan gejolak baru di Nanggroe Aceh Darussalam  (NAD). Mayoritas warga NAD memilih Prabowo-Sandi dengan perolehan suara 81%, namun secara nasional tidak banyak membantu, antara lain karena kemenangan telak Jokowi-Ma'ruf di dua provinsi yang menjadi lumbung suaranya, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Maka NAD pun dibuat heboh ketika pada acara haul memperingati berpulangnya Wali Nanggroe Paduka yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro yang dilaksanakan Partai Aceh, Senin (27/5/2019), Ketua Dewan Pimpian Aceh Partai Aceh (DPA PA), Muzakir Manaf menyatakan keinginannya agar dilaksanakan referendum atau hak menentukan nasib sendiri di Aceh.
Tak pelak lagi, isu referendum segera menyebar menjadi trending topic di media sosial. Dengan referendum, rakyat NAD akan diberi dua pilihan, apakah tetap bergabung dalam NKRI atau terlepas menjadi negara tersendiri seperti yang pernah dilakukan untuk provinsi Timor Timur yang sekarang telah menjadi negara Timor Leste.
Pernyataan Muzakir Manaf, meski juga ada pihak di NAD yang tak sependapat, tentu tak bisa dianggap main-main karena dinyatakan dihadapan Panglima Kodam Iskandar Muda yang juga hadir pada acara haul tersebut.Â
Dari berbagai berita yang beredar di media massa, sejauh ini belum didapat tanggapan resmi dari Presiden Joko Widodo atau pejabat pemerintah pusat lainnya. Padahal hal ini merupakan isu yang sangat sensitif.
Dilansir dari bbc.com (29/5/2019), yang mengutip pernyataan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Marzuki AR, wacana referendum itu dapat dimaknai sebagai ketidakpuasan atas dua hal. Â Pertama, tidak semua poin-poin kesepakatan perdamaian sesuai MoU Helsinki terealisasi. Kedua, karena calon yang diusung Partai Aceh (maksudnya Prabowo) kalah karena hal yang disebutnya "kecurangan".
Sementara itu Muzakir Manaf juga melontarkan alasannya, "Kita tahu bahwa Indonesia beberapa saat lagi akan dijajah oleh asing. Itu yang kita khawatirkan. Karena itu Aceh lebih baik mengikuti Timor Timur. Kenapa Aceh tidak."
Mengingat betapa menderitanya rakyat apabila kembali muncul ketegangan antara elit lokal Aceh dengan pemerintah pusat, kita berharap semoga isu ini bisa disikapi dengan bijaksana, bukan perang pernyataan, melainkan duduk bersama untuk mencari solusi yang bisa diterima kedua belah pihak.
Poin-poin kesepakatan sesuai MoU Helsinki harus dibicarakan lagi terutama menyangkut adanya lambang bendera tersendiri buat NAD yang masih belum terealisir.
Kemudian tentang kekhawatiran Indonesia akan dijajah oleh asing, ini mungkin terkait persepsi yang bisa diakhiri kalau didiskusikan bersama berdasarkan data aktual yang terjadi hingga sekarang dan proyeksi pembangunan nasional ke depan.Â