Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Secercah Harapan dari Regenerasi Petani yang Tersendat

22 Mei 2019   08:09 Diperbarui: 22 Mei 2019   08:11 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agrowisata di Surabaya (dok.enciety.co)

Seorang saudara saya telah mempersiapkan diri untuk menyongsong masa pensiunnya dari sebuah perusahaan minyak di Riau. Sesuai dengan hobinya di bidang pertanian, ia telah membuka usaha berupa toko yang menjual pupuk dan alat-alat pertanian di Limbanang, sebuah kota kecamatan sekitar 25 km di sebelah utara kota Payakumbuh, Sumbar.

Saya berkesempatan untuk melongok toko tersebut saat pulang kampung dalam rangka berziarah ke makam ayah dan ibu saya, dua hari menjelang memasuki bulan puasa tahun ini.

Dari banyaknya jenis barang yang dijual di toko saudara saya tersebut, saya baru sadar, ternyata bertani di zaman sekarang sudah jauh berbeda dengan zaman puluhan tahun lalu saat saya masih anak-anak dan diajak ibu ke desa asal beliau bila saya lagi libur sekolah.

Karena keterbatasan pengetahuan, saya tidak dapat menuliskan jenis barang yang diperlukan para petani zaman sekarang itu, karena keragamannya tak kalah dengan toko obat. Yang jelas, masing-masingnya pasti punya fungsi, baik untuk penanaman, pemeliharaan, sampai pemanenan dari berbagai jenis tanaman

Kebun singkong (dok. covesia.com)
Kebun singkong (dok. covesia.com)

Tadinya saya agak sangsi, perputaran dari barang-barang tersebut akan tersendat. Namun saudara saya mengatakan bahwa ia sudah bekerja sama dengan beberapa kelompok tani, sehingga meskipun transaksinya relatif jarang tapi transaksi dilakukan dalam jumlah besar karena oleh pengurus kelompok tani akan dibagikan pada para anggotanya.

Memang kalau kita cermati, regenerasi di bidang pertanian boleh dikatakan tersendat. Seiring dengan makin tingginya tingkat pendidikan rata-rata penduduk, justru membuat pertanian yang dinilai kurang bergengsi untuk kalangan terdidik, semakin ditinggalkan, bahkan oleh mereka yang alumni dari fakultas pertanian.

Tapi di sisi lain kita perlu bangga, tetap ada beberapa orang anak muda di suatu desa yang tertarik meneruskan usaha di bidang pertanian. Hal ini mereka lakukan bukan karena tidak mendapatkan pekerjaan kantoran, namun memang sengaja setelah melihat ternyata bidang pertanian memberikan prospek yang cerah bila ditekuni.

Terhadap anak muda yang sudah memantapkan dirinya untuk bertani, kita merasa salut karena mereka adalah generasi yang bertani berdasarkan referensi ilmu pengetahuan, tidak semata-mata mengikuti cara yang dilakukan orang tuanya dari generasi petani terdahulu.

Kebetulan saya juga punya keponakan di Payakumbuh yang bertani dengan referensi pengetahuan dan kondisi pasar. Ia menanam singkong dengan menyewa lahan di beberapa tempat karena permintaan terhadap tanaman ini demikian tinggi di Sumbar seiring dengan semakin banyaknya kunjungan wisatawan yang membeli oleh-oleh kripik singkong khas Padang.

Ia tahu jenis singkong yang laku di pasaran dan tahu pula cara memeliharanya. Ada juga yang berkebun jeruk, yang berkebun pepaya, dan berbagai jenis tanaman lainnya. Jadi, sekarang tidak zamannya lagi semua petani menanam tanaman yang sama, yang bila panen secara serentak akan membuat harga jatuh.

Bahkan kalau kita berbicara pertanian dalam arti luas, termasuk juga pada usaha peternakan seperti beternak ayam dan memelihara sapi. Namun kalau kita ikuti trend sekarang, seiring dengan maraknya warung jalanan yang menyediakan pecel lele yang menyebar di seluruh penjuru nusantara, maka ternak lele pun juga menggeliat.

Tidak sedikit pula kita membaca kehebatan kreativitas sekelompok anak muda yang berhasil membangun usaha pertanian yang terpadu dengan agrowisata sehingga membuka peluang kerja bagi anak muda di desa setempat. Yang jelas teknik berpromosi di media sosial harus dilakukan agar usaha yang dilakukan mendapatkan pelanggan yang banyak.

Agrowisata di Surabaya (dok.enciety.co)
Agrowisata di Surabaya (dok.enciety.co)

Memang ada pula cara lain yang dilakukan teman-teman saya, seperti ikut menanamkan modal untuk satu atau dua kapling kebun sawit, atau kebun kurma yang lagi marak di daerah Riau. 

Namun menurut saya, hanya sebagai investor dan menunggu bagi hasil dari orang yang diserahi tugas buat mengelola kebun, bersifat spekulatif, kecuali kalau si investor secara periodik mengunjungi kebunnya agar mengetahui permasalahan di lapangan.

Intinya, saya ingin mengemukakan bahwa bertani itu tidak lagi identik dengan kemelaratan dan keterbelakangan. Jangan undersetimate dengan para petani generasi sekarang, mereka adalah anak muda yang tangguh yang pantas diteladani oleh yang lain.

Keberhasilan para pemuda petani tersebut, sehingga mereka mendapatkan penghasilan yang memadai dan tidak tertinggal dalam mengikuti perkembangan zaman, diyakini akan merubah citra petani menjadi profesi yang diminati nantinya.

Pada gilirannya, bila Indonesia berhasil membangun pertaniannya dengan cara-cara modern, maka kesejahteraan masyarakat pun juga meningkat sekaligus ketersediaan pangan dan hasil pertanian lainnya terpenuhi.

Hal itu akan terwujud bila ditunjang dengan tersedianya tenaga penyuluh pertanian yang mau sering-sering terjun ke lapangan memberikan bantuan konsultasi, penyebaran hasil penelitian dari balai penelitian yang gampang diaplikasikan oleh para petani, dan memperbanyak sekaligus mempermudah pemberian fasilitas kredit dari bank-bank dengan pola Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sebetulnya telah diprogramkan oleh pemerintah. 

Yang terpenting dari semua itu adalah memberikan informasi yang melimpah kepada anak muda agar termotivasi untuk berusaha di bidang pertanian. Peran koperasi pertanian diperlukan sebagai wadah bagi kelompok tani. Jika bertani secara sendiri-sendiri, petaninya akan mudah putus asa bila kekurangan modal atau lahan, inilah yang perlu dijembatani oleh koperasi.

Banyak orang melihat pertanian bukan bidang yang menjanjikan, tapi saya melihat secercah harapan yang akan membuat masa depan pertanian kita akan berkilau dari usaha generasi muda yang mau bertani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun