Bahwa kota Bukittinggi menjadi destinasi wisata utama di Sumatera Barat (Sumbar), tentu sudah banyak yang tahu. Tapi keramaian di kota berhawa dingin itu hanya berlangsung siang hari saja. Kalau malam, wisatawan praktis tidak banyak kegiatan selain makan malam.
Justru wisatawan yang punya kendaraan, banyak yang berkunjung ke kota terdekat, sekitar 30 km dari Bukittinggi, yakni kota Payakumbuh. Dengan hawa yang tidak begitu dingin, Payakumbuh lebih hidup sepanjang malam dengan penjual berbagai jenis makanan yang berjejer di sepanjang jalan utama di pusat kota.
![Dok pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/08/20190504-202523-5cd2f0643ba7f730536d91f2.jpg?t=o&v=770)
Mungkin karena berjubelnya pengunjung di arena yang tidak terlalu luas ini, menyebabkan hawa dingin tidak begitu menusuk lagi. Mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang tua, terlihat menikmati "mainan baru" tersebut. Itulah yang saya jumpai pada Sabtu malam (4/5/2019) lalu.
![Peniup saluang (dok pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/08/20190504-203959-1-5cd2ef496db843617e795b62.jpg?t=o&v=770)
Lagi pula kendaraan tradisional delman (di Sumbar disebut bendi) juga magkal dekat salah satu sudut di seberang Jam Gadang. Akibatnya jalanan macet dan terkesan kurang tertib.
![Bendi (dok pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/08/20190504-201102-5cd2f1016db8432d025a5515.jpg?t=o&v=770)
Seniman tradisional yakni peniup saluang atau suling khas Sumbar yang lagi "manggung" di salah satu sudut, kurang mendapat sambutan dari warga yang berlalu lalang. Mungkin kalau sesekali ada pemusik organ tunggal membawakan lagu-lagu pop Minang, akan menjadi magnet tersendiri.
![Taman di depan Jam Gadang (dok pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/08/20190504-203228-1-5cd2eee27506574a80080277.jpg?t=o&v=770)
![Makanan jalanan (dok pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/08/20190504-200507-5cd2f1ac95760e6dd93036a3.jpg?t=o&v=770)
Hanya saja renovasi di kawasan Jam Gadang ini tidak secantik rancangannya. Kebetulan saya pernah melihat versi rancangannya yang dulu sempat beredar di media sosial.Â
![Dok pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/08/20190504-202045-5cd2f00675065727d51d44e4.jpg?t=o&v=770)
Tinggal bagaimana pemkot memeliharanya dengan baik, jangan seperti di beberapa kota lain yang air mancur menarinya cepat rusak. PR lain bagi pemkot Bukittinggi adalah soal kebersihan.
Perilaku pengunjung yang membuang sampah seenaknya menjadi tantangan tersendiri bagi pemkot bagaimana melakukan edukasi dan menegakkan peraturan. Soalnya, perda tentang larangan membuang sampah bukan di tempatnya, harusnya sudah ada.
Semoga keramaian Bukittinggi di waktu malam tidak bersifat temporer. Kalau semata-mata melihat air mancur menari, pasti lama-lama warga akan jenuh juga. Maka untuk menyiasatinya, perlu diadakan berbagai event kesenian, bazar, atau program kreatif lain, agar Bukittinggi tetap berdenyut di waktu malam.