Kriteria seperti itu sebaiknya diterapkan pula untuk jabatan lain, seperti komisaris perusahaan milik negara atau duta besar. Rasanya kurang tepat bila hanya karena karena pengurus parpol, seseorang ditunjuk menjadi komisaris di bank pemerintah, kalau rekam jejaknya tak sedikit pun bersentuhan dengan bisnis perbankan, selain sebagai nasabah.
Jika sebuah parpol kekurangan kader yang punya kecakapan tertentu, masih punya waktu mencari para profesional yang nantinya bisa diajukan sebagai salah satu calon menteri, dengan catatan si calon bersedia menjadi kader partai tersebut. Ini bisa menjadi cara yang lebih baik, ketimbang ketua umum parpol atau pengurus inti lainnya diberi "jatah" kursi menteri.
Partai-partai pengusung Prabowo-Sandi yang ingin berbalik arah menjadi pendukung Jokowi-Ma'ruf tentu sah-sah saja, meskipun secara fatsoen politik mungkin dianggap kurang pas. Namun sebaiknya tidak didasarkan niat untuk minta "jatah" itu tadi, tapi tulus karena setelah dipertimbangkan kembali, ternyata visi dan misi Jokowo-Ma'ruf lebih sesuai dengan kebijakan partainya.Â
Patut dicatat, pemerintah sebetulnya juga amat membutuhkan oposisi yang kuat, sebagai sparring partner yang sehat. Yang bukan asal menentang kebijakan pemerintah, tapi bisa memberi saran perbaikan yang aplikatif. Dengan demikian terciptalah check and balance.