Tapi kasus Hanura jelas berbeda dengan Demokrat. Lagipula Wiranto sekarang sudah berusia 72 tahun, makanya tidak berhembus berita Wiranto akan kembali memimpin Hanura.
Apa hikmah yang dapat dipetik oleh partai lain? Jangan mengira kejatuhan Hanura tidak bisa terjadi pada partai yang sekarang masuk papan atas, seperti PDI-P dan Gerindra. Makanya masalah pergantian kepemimpinan harus mendapat perhatian khusus.
Tak mungkin Prabowo selamanya memimpin Gerindra. Demikian juga Megawati Soekarnoputri di PDI-P akan menghadapi masalah yang sama. Hanya Golkar yang relatif aman meskipun sudah beberapa kali berganti ketua umum. Artinya ketergantungan terhadap satu figur saja, sudah tidak terlihat di Golkar.
Sampai sekarang belum bisa terdeteksi siapa orang terkuat di Gerindra bila ditinggalkan Prabowo. Menyerahkan kursi ketua umum pada tokoh yang punya dana namun kurang diterima publik atau bahkan menimbulkan perpecahan di internal partai, jelas langkah yang keliru.
Tak bisa tidak, para elit partai yang masih berusia relatif muda harus diberi panggung untuk melihat siapa yang terbaik. Dengan demikian akan memungkinkan proses alih generasi berjalan mulus kepada figur yang tak kalah hebat ketimbang pemimpin yang digantikan.
PDI-P jelas lebih beruntung karena mempunyai seorang Joko Widodo. Tapi apakah Joko Widodo yang akan menjadi ketua umum partai setelah Megawati lengser? Belum tentu juga, karena bila menginginkan trah Soekarno tetap memimpin, peluang lebih besar berpihak pada Puan Maharani.Â
Jelaslah  bahwa persoalan pergantian kepemimpinan di sebuah partai, bahkan di partai besar sekalipun, bukan soal gampang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H