Waktu SBY menggandeng JK, orang Minang tertarik karena JK di samping representasi luar Jawa, juga urang sumando karena beristrikan perempuan Minang. Saat SBY dan JK pecah kongsi, cukup banyak juga orang Minang memilih pasangan JK-Wiranto, yang seperti telah disinggung di awal tulisan ini, JK-Wiranto unggul atas Mega-Prabowo, meski kalah dari SBY-Boediono
Jadi, kemenangan SBY-Boediono di Sumbar yang keduanya berasal dari etnis Jawa, bisa juga dinilai sebagai pengecualian. Atau faktor Jawa sentris menjadi terabaikan karena fakor takah SBY yang demikian kuat.
Lagi pula gubernur Sumbar waktu itu, Gamawan Fauzi memilih jadi pendukung SBY-Boediono. Mungkin karena dukungan Gamawan Fauzi, Gubernur Sumbar terpopuler setelah Azwar Anas, ikut membantu kemenangan SBY. Gamawan setelah itu ditunjuk SBY menjadi Mendagri.Â
Tentang Gamawan tersebut, saat memenangi pilgub Sumbar 2005, boleh dibilang anomali, karena diusung oleh PDI-P dan PBB. Maksudnya, meski PDI-P bukan partai unggulan, orang Minang bersikap pragmatis, memilih Gamawan yang sudah populer sebelum dipinang PDI-P. Dalam hal ini yang dilihat adalah figurnya, bukan partai pengusungnya.
Sedangkan pada pilpres 2019, ada kemungkinan masyarakat Sumbar tidak memilih Jokowi bukan karena figurnya secara pribadi, tapi karena PDIP sebagai partai tempat Jokowi bernaung dan PKB yang partainya Ma'ruf Amin, dari dulu belum mendapat tempat di hati masyarakat. Golkar dan Gerindra atau partai Islam yang tidak kental ke-NU-annya seperti PAN dan PKS lebih diterima. Sumbar memang identik dengan Muhammadiyah.
Faktor lain di balik keperkasaan Prabowo di Sumbar, bisa jadi karena menjadi pilihan ulama yang sekarang sangat digandrungi urang awak, antara lain Ustad Abdul Somad dan Ustad Adi Hidayat. Gairah belajar agama masyarakat, termasuk di Sumbar, sejak beberapa tahun terakhir ini meningkat pesat, dengan cara mengikuti ceramah ustad panutannya memalui media sosial.
Tentu juga berita yang bertebaran di ruang percakapan dunia maya, yang adakalanya bercampur dengan fitnah dan ujaran kebencian, dalam hal ini yang berbau negatif terhadap pasangan Jokowi-Ma'ruf, kemungkinan ikut mempengaruhi pilihan warga Sumbar pada pilpres yang lalu.
Sebagai "balasan"-nya, sekarang di media sosial berkembang kekhawatiran orang Minang bahwa masyarakat pendukung Jokowi akan memboikot makan nasi Padang. Sesuatu yang berlebihan memang mengingat Jokowi sendiri tidak pernah punya dendam.Â
Buktinya selama periode pertama kepemimpinan Jokowi, beliau tetap rajin datang ke Sumbar dalam rangka meresmikan berbagai proyek, tidak terbersit adanya dendam, karena menyadari bahwa beliau adalah presiden bagi semua penduduk, tanpa kecuali.
Demikian pula sikap masyarakat Sumbar, seperti yang ditunjukkan setelah pilpres 2014 lalu, diduga akan mendukung sepenuhnya program Presiden terpilih hasil pilpres 2019 ini. Boleh jadi kalau Jokowi ke Sumbar tidak terlalu dielu-elukan, namun juga tidak akan ada upaya menghambat yang bersifat destruktif dari masyarakat.
Ya, apapun yang terjadi, sekarang saatnya untuk rekonsiliasi bagi seluruh masyarakat.