Baru-baru ini, Televisi Republik Indonesia (TVRI) berganti logo, tentu dengan nuansa yang lebih kekinian. Kebetulan atau tidak, pergantian logo tersebut terjadi setelah estafet kepemimpinannya beralih ke Helmy Yahya sejak setahun terakhir ini.
Asal tahu saja, logo tersebut merupakan logo ke delapan sepanjang sejarah TVRI yang didirikan tahun 1962 seiring penyelenggaraan Asian Games di Jakarta. Jadi, rata-rata setiap 7 tahun sekali TVRI berganti logo.Â
Helmy Yahya yang ingin mengembalikan kejayaan TVRI wajar saja menginginkan logo yang lebih eye catching. Namun sebetulnya bila pemirsa tidak merasakan adanya perubahan pada berbagai acara yang ditayangkan TVRI, logo baru tidak akan banyak membantu. Padahal tentu biaya yang dikeluarkan tidak sedikit buat mengganti logo tersebut, mengingat TVRI punya banyak stasiun di kota-kota provinsi.
Kecuali di perusahaan keluarga yang chief executive officer (CEO)-nya juga berasal dari "orang dalam" yang sangat menghargai generasi pendahulunya, pada umumnya begitu sebuah perusahaan memilih seorang CEO baru, biasanya CEO tersebut akan membawa perubahan dalam budaya kerja dan juga dalam berinteraksi dengan pelanggan atau calon pelanggannya. Dalam konteks inilah akan muncul ide pergantian logo agar cocok dengan visi CEO baru.
Apalagi bila CEO baru telah berhasil mengidentifikasi berbagai kelemahan perusahaan di masa lalu, ada target baru yang lebih menantang yang dicanangkan manajemen, atau ada perluasan pasar sasaran yang akan digarapnya, maka keinginan buat mengganti logo akan semakin kuat.
Demikian pula bila perusahaan akan membuat sejarah baru, akan lebih gampang bila ditandai dengan pergantian logo. Misalnya bila sebuah perusahaan memutuskan untuk go public, melakukan merger atau akuisisi dengan perusahaan lain, atau ingin menghapus jejak kelam masa lalunya yang tertimpa kasus yang menurunkan citra perusahaan.
Namun untuk mengganti logo tersebut, lazimnya tak bisa diputuskan secara spontan. Untuk itu, perusahaan akan meminta bantuan konsultan yang sudah punya nama dalam mengkaji apakah perusahaan perlu mengganti logo, dan bila perlu diganti, logo seperti apa yang direkomendasikannya.
Masalahnya, bila sang CEO terlalu dominan dan konsultan tidak mampu berperan secara obyektif, pasti akan mengakomodir apa maunya CEO. Padahal belum tentu cocok dengan apa yang dikemukakan dalam teori komunikasi visual yang mengratikan logo sebagai cara mengidentifikasi bisnis dan membangun citra dari sebuah perusahaan atau organisasi.
TVRI berstatus sebagai Lembaga Penyiaran Publik, namun tipikalnya mirip dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti diketahui, pergantian logo termasuk lazim di BUMN.
Pertamina yang dulu pakai logo bergambar kuda laut, sekarang logonya berubah total, menjadi lebih simpel dengan huruf P yang terbentuk dari tiga kotak miring berwarna biru, merah dan hijau.