Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Lelucon yang Tidak Lucu Bersliweran di Layar Kaca

6 April 2019   08:37 Diperbarui: 8 April 2019   19:28 2621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image captionSinetron si Doel, program yang sebagus ini tidak muncul lagi (nuranwibisono.net)

"Ini Talkshow" adalah program salah satu stasiun televisi yang tayang tiap malam dan tetap bertahan meskipun saat ini sudah memasuki tahun ke enam. 

Saya secara pribadi sebetulnya sudah mulai bosan dengan tayangan tersebut karena leluconnya yang sudah tidak lucu lagi dari pembawa acaranya, Sule dan Andre. Tapi melihat masih banyaknya iklan yang mendompleng acara ini, tentu rating-nya masih tinggi.

Masalahnya kalau saya ganti saluran dengan menonton tayangan dari stasiun televisi lain di jam prime time itu, tetap saja tak bisa mengusir rasa bosan saya. 

Celakanya, saya sebagai orang jadul masih berharap banyak pada televisi. Berbeda dengan anak-anak remaja saya yang lebih memilih mencari tontonan dari laptop masing-masing dengan berselancar di dunia maya.

Ada acara ajang pencarian bakat penyanyi dangdut yang diseleksi dari semua provinsi di tanah air. Pas lagi menyanyi, saya masih bisa menikmati. 

Namun begitu para pembawa acaranya dan juga para komentatornya berbicara berpanjang-panjang (durasi acara ini sekitar 5 jam sampai tengah malam), kembali saya disuguhi lelucon yang tidak lucu.

Pernah juga di acara tersebut, beberapa kali menampilkan anak kecil yang disuruh ngelawak gaya orang dewasa dengan kata-kata yang dibisiki oleh salah satu pembawa acara. 

Lalu si anak dikasih uang oleh seorang komentator kalau memuji kecantikan si komentator tersebut. Menurut saya hal itu tidak mendidik dan sudah tergolong mengeksploitasi anak.

Mau pindah channel lagi? Silakan menikmati debat politik yang lebih mempertontonkan para panelis saling bersitegang urat leher. Ngomongnya berebutan tanpa bisa ditengahi moderator.

Atau moderatornya memang sengaja membiarkan, bahkan memancing, agar sesama panelis dari dua kubu yang berbeda terlihat seperti mau berantem. Ngeri sih, ini jauh dari nilai-nilai demokrasi.

Parahnya, ada pembawa acara debat yang seperti mengarahkan agar diskusi menghasilkan kesimpulan sesuai keinginannya atau mungkin memang di-setting begitu.

Cari lagi tontonan lain, ada sinetron dengan jalan cerita yang kurang logis tapi disebut sebagai kisah nyata. Atau yang berkisah tentang cinta remaja perkotaan kelas atas yang menjual impian bagi kalangan masyarakat kebanyakan.

Pindah channel lagi ah. Eh ketemu lelucon yang garing lagi seperti main tebak-tebakan antar pembawa acara dan bintang tamunya, lomba merayu cewek dengan cara yang konyol, atau lomba memerankan tingkah polah artis tertentu lengkap dengan dandanannya yang norak.

Mungkin memang yang seperti itu yang disukai anak-anak sekarang? Saya sendiri merindukan muncul lagi lawakan ala grup legendaris seperti Kwartet Jaya (Bing Slamet, Ateng, Iskak, dan Edy Sud), atau S. Bagio dengan teman-temannya Darto Helm, Diran, dan Sol Saleh. 

Berikutnya juga ada Srimulat, Warkop DKI, Padhyangan, Bagito, Patrio, Teamlo, Cagur, dan Bajaj. Beberapa grup yang ditulis terakhir, personilnya masih relatif muda tapi sekarang bermain sendiri-sendiri karena grupnya sudah bubar atau tidak aktif.

Tampaknya era grup lawak seperti itu sudah berakhir. Tapi sekiranya format lawakan grup legendaris itu bisa dimodifikasi dengan gaya kekinian oleh komedian zaman sekarang, rasanya pantas dicoba.

Melawak itu memang tidak gampang. Ada beberapa pelawak yang sedang laris dan didaulat menjadi pembawa acara yang tampil tiap malam di layar kaca.

Mungkin karena tidak punya waktu, mereka jadi kehilangan kreativitas. Akhirnya mereka hanya mengulang pola lawakan yang begitu-begitu saja, yang dulu sukses memancing tawa, tapi lama-lama tentu membosankan.

Beberapa sinetron era 1990-an sampai awal 2000-an juga saya rindukan lagi, seperti Si Doel Anak Sekolahan dan Bajaj Bajuri. Alangkah bagusnya bila diproduksi lagi sinetron yang penuh dengan kisah-kisah keseharian orang banyak diselipi kelucuan yang meluncur secara spontan seperti itu, yang membuat penonton merasa "terwakili".

Tentu saja masih ada beberapa acara televisi yang menarik dan perlu dipertahankan.

Contohnya yang mengangkat perjuangan anak muda yang mengajar di daerah terpencil, kisah prajurit di daerah perbatasan negara, menjelajahi berbagai daerah di nusantara dengan menonjolkan keindahan alam dan keragaman budayanya. 

Sayangnya acara begini tidak menarik bagi sponsor dan diragukan daya tahannya dalam jangka panjang. Tapi bukankah semua stasiun televisi mempunyai tanggung jawab sosial? Jangan faktor keuntungan melulu yang jadi pertimbangan. Siaran yang sehat dan berkualitas harus menjadi acuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun