Presiden Joko Widodo, Jumat (15/2/2019) telah membuka Sidang Tanwir Muhammadiyah yang diadakan di Bengkulu mulai tanggal 15 sampai 17 Februari 2019. Tanwir kali ini sengaja memilih Bengkulu untuk mengenang jasa tokoh-tokoh Muhammadiyah di masa lalu yang berasal dari kota di pantai barat Sumatera itu, antara lain Hasan Din, ayah dari Ibu Negara Fatmawati atau kakek dari Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5.
Menarik mencermati keberadaan Presiden Jokowi di forum strategis tersebut, mengingat Muhammadiyah punya peran besar dalam pembangunan di negeri ini, terutama melalui jaringan ribuan sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, panti asuhan, di samping tentu saja masjid yang tersebar di seluruh Indonesia.
Awalnya sejumlah media memberitakan bahwa Jokowi diundang dalam kapasitasnya sebagai capres yang diberi waktu untuk memaparkan pandangan beliau tentang berbagai masalah bangsa, sebagaimana juga Prabowo diberi waktu yang sama. Sedangkan yang diminta untuk membuka adalah Wapres Jusuf Kalla.
Namun ternyata Prabowo berhalangan karena jauh-jauh hari sudah punya agenda lain. Pada saat bersamaan tercatat Prabowo punya sejumlah agenda di Semarang, Jawa Tengah, dan telah melakukan ibadah salat Jumat di Masjid Agung Semarang.Â
Akhirnya, Jokowi diundang dalam kapasitas sebagai Presiden yang membuka sidang tanwir tersebut, dan menurut rencana Wapres Jusuf Kalla yang nantinya akan menutup.
Memang dari sisi jumlah anggota atau jamaah, organisasi Islam terbesar di tanah air adalah Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah meskipun disebut sebagai kedua terbesar, tapi jumlah anggotanya terpaut signifikan dengan NU.Â
Tapi sebagai organisasi yang dikelola lebih modern, Muhammadiyah punya keunggulan, paling tidak terlihat dari jumlah jaringan sekolah dan perguruan tinggi itu tadi, belum ada yang bisa mengalahkan selain sekolah milik pemerintah.
Boleh jadi karena itu, Menteri Pendidikan sering diisi dari tokoh pendidikan di lingkungan Muhammadiyah. Pun juga di kabinet sekarang, menyadari bahwa ternyata awalnya tak ada wakil Muhammadiyah di kabinet, saat resuffle, Jokowi menunjuk  Muhadjir Effendy, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang sebagi Mendikbud.
Dikaitkan dengan kontestasi pilpres mendatang, kedekatan yang dibangun Jokowi maupun Ma'ruf Amin, yang dua-duanya berasal dari keluarga NU, dengan warga Muhammadiyah, jelas sangat berarti dalam menambah jumlah pemilih di pilpres nantinya. Â
Soalnya, meskipun Prabowo dan Sandiaga tidak berasal dari keluarga besar Muhammadiyah, namun karena didukung oleh Partai Amanat Nasional (PAN), yang secara historis ada kaitan dengan Muhammadiyah, maka diduga banyak warga Muhammadiyah yang mendukung Prabowo.
Apakah Prabowo merasa warga Muhammadiyah telah "kepegang" sehingga berhalangan memenuhi undangan Muhammadiyah? Jangan lupa, segala sesuatu masih mungkin berubah. Makanya, sekali lagi, keberadan Jokowi untuk membuka Sidang Tanwir Muhammadiyah, walaupun tidak berkampanye, pasti punya arti yang tidak kecil.
Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir, seperti dilansir dari detik.com, Jumat (15/2/2019), Â menyampaikan terima kasih atas kehadiran Presiden Jokowi. Presiden juga menilai bahwa tema yang diangkat tanwir kali ini, yakni "Beragama yang Mencerahkan" merupakan hal yang tepat, sesuai dengan keinginan pemerintah dan masyarakat.
Tanwir Muhammadiyah dipastikan tidak akan mengeluarkan pernyataan untuk mendukung capres tertentu, karena jauh-jauh hari petinggi Muhammadiyah telah menekankan akan kenetralannya. Namun jelas Muhammadiyah menghendaki warganya untuk ikut memilih calon yang diyakini lebih baik oleh masing-masing pemilih, maksudnya jangan sampai ada yang memilih golput.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H