Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bisnis Sablon Kaos untuk Kampanye Mulai Redup?

23 Februari 2019   20:39 Diperbarui: 23 Februari 2019   20:45 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu menjelang pemilu biasanya menjadi puncak kesibukan bisnis kaos sablon, karena banyaknya pesanan dari pihak-pihak yang bertarung di pemilu, baik pilpres, pilkada, maupun pileg.

Pembagian kaos berlambang partai juga menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh kelompok masyarakat marjinal. Soalnya mereka memang kekurangan pakaian. 

Tak heran kalau kita gampang menemui tukang parkir liar, pak ogah, tukang becak, kuli panggul barang di pasar, yang menggunakan kaos bergambar partai, kaos capres, cagub atau cabup sebagai pakaian "dinas"-nya.

Hal itu bukan berarti mereka berniat berkampanye untuk calon yang kaosnya mereka pakai, karena besoknya mereka berganti dengan kaos partai lain lagi. 

Kalau mereka yang ekonominya lumayan, kaos partai hanya dipakai buat tidur atau diberikan kepada pembantunya. Kecuali mereka yang betul-betul berstatus tim sukses, relawan, atau keluaraga dari peserta pileg, pilpres atau pilkada, tentu mereka akan bangga memakainya di depan umum.

Nah, kalau teknik kampanye dengan bagi-bagi kaos masih dianggap penting, harusnya sekarang adalah masa panen pengusaha kaos sablonan. Soalnya, bulan April mendatang adalah pemilu serentak yang baru pertama kali dilangsungkan, pilpres sekaligus pileg yang terdiri dari pemilihan anggota DPR Kabupaten/Kota, DPR Provinsi, DPR-RI dan DPD-RI.

Tapi kalau kita perhatikan, yang memakai kaos kampanye sekarang relatif sepi-sepi saja, kecuali di tempat tertentu yang menjadi tempat berkumpulnya anggota tim sukses atau relawan dari peserta pemilu.

Yang jelas kampanye yang lagi banyak berlangsung saat ini adalah pola door to door, berkunjung ke tempat yang ramai seperti pasar, menggalang dukungan dari alumni sekolah atau kampus tertentu, di samping tentu saja kampanye di dunia maya.

Iklan partai atau caleg di televisi juga relatif jarang, kecuali Grace Natalie dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang iklannya unik, tidak ada ajakan memilih, hanya memperkenalkan diri sebagai Ketua Umum PSI dengan gaya anak gaul.

Sedangkan atribut yang paling banyak digunakan dan bahkan terkesan mengganggu pemandangan adalah maraknya pemasangan baliho di sepanjang jalan di daerah perkotaan, penuh dengan foto caleg yang berjejer tak karuan, sehingga tidak mengundang selera mereka yang lewat untuk meliriknya.

Kembali ke soal kaos, ada pendapat bahwa aturan dari KPU tentang batasan harga maksimal bahan kampanye per buahnya Rp 60.000 menjadi penyebab mulai redupnya bisnis sablon untuk kampanye. Bahan kampanye tersebut terdiri dari pakaian, penutup kepala, poster, pamflet, stiker, kalender, dan sebagainya.

Untuk kaos sebetulnya harga maksimal Rp 60.000 termasuk wajar, karena yang dibagi-bagi ke publik, bila dipesan untuk jumlah yang banyak, harga per potongnya dengan bahan yang biasa untuk kaos seragam olah raga anak sekolah, harganya sekitar Rp 50.000.

Seorang pengusaha sablon di Batam, Kepulauan Riau, Andri Kurniato, mengakui ada penurunan omzet sekitar 40 persen dari yang didapatnya pada kampanye caleg sebelumnya (batamnews.co.id).

Namun periode kampanye masih belum berakhir. Bisa jadi saat memasuki kampanye yang bersifat rapat terbuka yang dimulai sejak 24 Maret sampai 13 April 2019, akan banyak warga yang memakai kaos kampanye.

Artinya, tidak perlu buru-buru menilai bisnis sablon untuk kampanye sudah redup, meskipun ada kecendrungan ke sana. Pengusaha sablon dituntut kreativitasnya dan mampu beradaptasi dengan teknologi yang cepat berubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun