Kita sudah sering membaca atau mendengar berita tentang warga negara Indonesia yang terlantar di negara asing, biasanya yang berstatus Tenaga Kerja Wanita (TKW). Berita seperti itu, lazimnya segera memancing berbagai reaksi dari masyarakat.
Ada yang menyalahkan sang TKW, ada yang menyalahkan agen yang mengirim dengan semua mata rantainya yang menjemput bola sampai desa tempat TKW berasal.Â
Tak sedikit pula yang menyalahkan pemerintah, yang dianggap kurang peduli terhadap nasib warga negaranya sendiri yang notabene adalah pejuang devisa melalui dana yang dikirimkan para TKW pada keluarganya di kampung halaman.
Tapi amat jarang yang menyalahkan pemerintah asing tempat sang TKW mengais rezeki, karena menyadari bahwa sistem hukum di masing-masing negara bisa berbeda, dan setiap negara gampang berdalih bahwa mereka hanya menegakkan aturan yang harus dipatuhi.
Nah, ternyata di negara kita pun ditemui pula kisah orang asing yang terlantar. Ini bukan pengungsi dari Myanmar atau Afganistan, tapi ada wanita asal Kolombia, sebuah negara di kawasan Amerika Selatan, yang ditemukan jadi pemulung di Bogor.
Kisah pemulung asing itu pertama kali saya ketahui dari siaran berita salah satu stasiun televisi dan kemudian terkonfirmasi saat saya lacak dari media daring. Radarbogor.id (22/1) cukup panjang menyajikan kisahnya.
Nama aslinya Martha Eugenia Rojas sesuai dokumen di Imigrasi. Tapi namanya sejak menikah dengan seorang lelaki WNI adalah Aisyah Anisa, setelah ia memutuskan menjadi mualaf.
Itu terjadi sekitar 21 tahun lalu setelah berkenalan dengan pria tambatan hatinya saat berlayar di sebuah kapal pesiar dari Amerika. Sejak menikah Anisa tinggal bersama suaminya di Bandung.
Anisa awalnya merasa berbahagia karena cepat mendapat momongan, seorang putri cantik perpaduan Sunda - Kolombia, yang diberi nama Raisah.Â
Sayangnya sang suami kemudian menikah lagi dengan pembantunya sendiri. Anisa tidak terima hal ini dan memilih hengkang dari Bandung meskipun hidup terlunta-lunta.
Maka petualangan pahit getir di negeri orang yang dialami wanita yang kini masih berstatus WNA meskipun sudah fasih berbahasa Indonesia inipun dimulai.