Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menakar Antusiasme Publik Menonton Debat Capres

13 Januari 2019   08:39 Diperbarui: 13 Januari 2019   20:14 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : tribunnews.com

Debat antar calon presiden (tentu masing-masing didampingi oleh calon wakil presiden) putaran pertama akan digelar pada tanggal 17 Januari 2019 mendatang.

Debat tersebut akan disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi. Mengingat debat serupa sudah beberapa kali dilakukan, menarik untuk mengamati seberapa antusias publik menonton acara tersebut melalui layar kaca.

Saya sengaja membatasi kepada pemirsa televisi karena itulah barometer sesungguhnya sekaligus menjadi tujuan debat yakni bagaimana untuk merebut hati masyarakat.

Soalnya bila ukuran kesuksesan debat dengan melihat antusiasme mereka yang hadir langsung di tempat perdebatan dilaksanakan, ya pasti semarak, karena hampir semuanya merupakan anggota tim sukses dari kedua capres yang saling adu gagasan dan program.

Dulu saat debat capres pertama kali muncul, kalau gak salah pada pilpres 2004, saya sekeluarga, dan juga keluarga lain yang sempat saya amati, sangat antusias mengikuti.

Ada sensasi tersendiri menikmati debat seperti itu, dan saya seolah bermimpi, akhirnya debat seperti yang ada pada pilpres di Amerika Serikat yang konon dianggap jadi panutan, ternyata bisa dipanggungkan di negara kita.

Tapi itu dulu. Kemudian seiring semakin seringnya depat pilpres dilakukan, secara pribadi antusiasme saya makin berkurang, dan mohon maaf, jika boleh jujur, ini bukan termasuk tontonan yang saya tunggu dengan dada berdebar.

Artinya jika pada saat bersamaan ada stasiun televisi lain yang menayangkan program traveling menjelajah berbagai daerah eksotik di tanah air, atau tayangan langsung pertandingan sepak bola, kemungkinan saya tidak akan mengikuti tayangan debat. Atau kalaupun mengikuti, hanya sepenggal-sepenggal saja, tidak utuh.

Tentu saya bukan contoh yang baik. Makanya saya berharap jutaan pemirsa lain akan setia mengikuti debat, menggunakan pikiran jernihnya untuk bisa memahami penjelasan dari masing-masing calon, baru memantapkan pilihannya untuk dieksekusi pada pilpres April mendatang.

Tapi lagi-lagi mohon izin saya menyampaikan pikiran yang bernada skeptis. Begini, menurut saya mayoritas pemilih sudah punya pilihan masing-masing. 

Artinya, apapun yang diperdebatkan tidak lagi mempengaruhi, tapi digunakan sebagai sarana yang menjustifikasi pilihannya itu. Apa yang dikatakan capres pilihannya akan dinilai sebagai hal yang benar, dan nilai sebaliknya bagi capres pesaingnya.

Kalau begitu apakah debat capres akan sia-sia?  Tidak juga. Karena mereka yang masih belum punya pilihan, katakanlah 20 sampai 30% dari yang berhak memilih, dapat mengikuti acara debat agar mampu memantapkan hatinya untuk datang ke tempat pemungutan suara dan memilih salah satu capres.

Ini penting mengingat ada kecendrungan tingkat partisipasi pemilih semakin mengecil setiap kali pilpres dilakukan. Kalau kecendrungan ini tetap berlanjut, menjadi lampu kuning buat demokrasi kita.

Tentu menjadi hal yang paling tidak diharapkan, bila debat capres malahan menjadikan sebagian orang makin memantapkan pilihannya untuk tidak memilih. Kalau ini terjadi, maka bukan lampu kuning lagi, tapi sudah lampu merah, yang memerlukan pembenahan besar-besaran.

Satu lagi catatan, debat boleh-boleh saja berlangsung dalam suasana panas. Tapi tetap dalam kerangka persaudaraan dan perdamaian. 

Mereka yang memilih capres berbeda bukanlah musuh yang harus dihancurkan, tapi tetap saudara satu bangsa dan satu tanah air. Saling menghargai jauh lebih penting demi keutuhan Indonesia tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun