Senjakala media cetak sudah banyak dibahas dan memang terbukti semakin banyak saja koran dan majalah yang bertumbangan, tidak hanya di negara kita, tapi merata di seluruh dunia.Â
Media cetak yang mapan, walaupun masih eksis, tapi tirasnya makin turun dan jumlah halamannya juga makin tipis.Â
Namun ada jenis media cetak yang tetap bersinar yaitu majalah internal perusahaan (selanjutnya ditulis MIP), termasuk juga di sini majalah internal instansi atau lembaga tertentu.Â
Pada dasarnya MIP merupakan media dari dan untuk karyawan dari sebuah perusahaan, karena itu dibagikan secara gratis oleh bagian yang menerbitkannya, biasanya dari corporate secretary atau bagian hubungan masyarakat.
Tapi banyak pula MIP tidak bersifat terlalu internal, karena juga sekaligus ditujukan buat pelanggannya sebagai bagian dari promosi, sehingga majalahnya diterbitkan oleh bagian yang membidangi marketing communication.
Bagi yang sering bepergian naik pesawat tentu di depan kursinya sudah tersedia MIP dari maskapai penerbangan yang dinaiki.Â
Saya bila naik pesawat, ketika baru duduk di kursi sesuai yang tercantum di boarding pass, hal pertama saya cari adalah MIP-nya. Sementara itu penumpang lain biasanya masih sibuk dengan gadgetnya sebelum ditegur pramugari.
Di pesawat yang melayani secara full service, bahkan tersedia tiga jenis bahan bacaan, yakni MIP, katalog belanja yang juga setebal majalah untuk barang-barang di jual selama penerbangan, dan majalah khusus yang berisikan daftar film berikut dengan ringkasan ceritanya yang dapat dipilih penumpang sebagai hiburan melalui layar di depan kursi.Â
Dari ketiga bahan bacaan itu, saya memilih MIP karena banyak memuat kisah dan foto tempat-tempat wisata di berbagai daerah atau negara.Â
Juga ada artikel yang bersifat umum untuk menambah pengetahuan, tips and trick atas hal yang sering kita hadapi yang memberi manfaat praktis, di samping tulisan yang bersifat promosi.
Kemudian ada pula konten yang sama setiap terbit (MIP maskapai penerbangan terbit setiap bulan) seperti informasi keselamatan penerbangan, teks doa dari berbagai agama, peta rute penerbangan yang dilayani maskapai tersebut dan jumlah seta jenis armada yang dimilikinya.
Kecuali konten yang bersifat standar, menurut saya MIP memberikan tambahan pengetahuan dan hiburan bagi pembacanya, sehingga kehadirannya tetap diperlukan.Â
Tidak hanya maskapai penerbangan yang membuat MIP, tapi juga kereta api eksekutif. Bahkan sebuah perusahaan taksi terkemuka menyediakan MIP yang terbit bulanan bagi penumpangnya.Â
Sebetulnya MIP yang lebih eksklusif adalah yang diterbitkan bank-bank papan atas khusus bagi nasabah prioritasnya, yakni nasabah yang mempunyai simpanan di atas jumlah tertentu yang dipersyaratkan bank.Â
Eksklusivitas  tersebut hanya lebih dari tampilan fisiknya dengan kertas lux, tapi dari segi konten relatif sama, yakni banyak diisi rubrik traveling dan gaya hidup selain yang bersifat promosi dari produk bank masing-masing.Â
Dan yang pasti MIP bank lebih banyak bobot konsumerismenya ketimbang MIP sektor transportasi, karena bank mengiming-imingi harga khusus bila membeli barang tertentu dengan memakai kartu dari bank tersebut.
Sebuah bank yang melayani semua segmen nasabah, dari kelas bawah sampai atas, bahkan pernah punya beberapa MIP untuk masing-masing segmen.Â
Tidak itu saja, hal itu menular sehingga beberapa divisi tertentu yang bukan bersifat marketing juga membuat MIP, seperti majalah tentang perkembangan IT di bank tersebut yang dibuat oleh Divisi IT.Â
Ada pula majalah yang diterbitkan Divisi Perencanaan dari bank yang sama yang memaparkam hasil penelitian dan kajian ilmiah, tentu yang ada kaitan dengan bank tersebut.Â
Akhirnya divisi lain yang tidak diizinkan direksi membuat MIP sendiri, memilih membuat buletin atau paling tidak membuat brosur bulanan dengan konten berupa aktivitas divisi tersebut selama bulan sebelumnya serta materi sosialisasi agar program divisi lebih dikenal semua karyawan.
Bayangkan apa yang ada di benak tamu yang lagi menunggu di ruang tamu kantor bank, melihat ada tujuh jenis MIP yang diterbitkan bank yang sama.Â
Tentu ia bingung memilih dan bisa-bisa si tamu menilai koordinasi di bank tersebut lemah, masing-masing divisi ingin menonjol sendiri.
Tapi itu dulu. Sekarang bank yang saya maksud hanya punya dua MIP, yang satu bersifat umum, yang satu lagi khusus buat nasabah prioritasnya.Â
Konten dari berbagai divisi diseleksi oleh redaksi, mana yang pas masuk ke MIP. Yang tak dimuat MIP, bisa dimuat di edisi daring.
Jelaslah bahwa sampai sekarang MIP masih berkibar dan diperkirakan akan tetap eksis khususnya di perusahaan yang tergolong mapan.Â
Artinya perusahaan tersebut punya kemampuan dalam mengalokasikan anggaran, lazimnya dimasukkan pada pos biaya promosi atau biaya humas.
Keberadaan MIP sekaligus menjadi lahan yang masih terbuka bagi para penulis lepas dan juga juru foto terutama tentang materi perjalanan, hiburan, dan gaya hidup, karena kebanyakan MIP membutuhkan tulisan dari orang luar, tidak semua ditulis oleh staf perusahaan atau redaksinya.
Bahkan tidak sedikit MIP yang redaksinya orang luar perusahaan dan yang mengelolanya diserahkan ke konsultan komunikasi yang berpengalaman menerbitkan MIP.
Pertanyaannya, apakah MIP sekadar menunda masa senjanya atau akan tetap bertahan dalam waktu amat panjang, katakanlah sampai puluhan tahun lagi?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H