Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Drama Sepak Bola Indonesia, Penonton Bebas Memberi Tafsir

2 Desember 2018   16:49 Diperbarui: 2 Desember 2018   17:09 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompetisi antar klub di tanah air, Liga 1 maupun Liga 2 sudah mendekati akhir. Ibarat drama, sebentar lagi tirai akan ditutup, atau ibarat film layar lebar, akan muncul tulisan "the end". 

Drama yang baik, akan diikuti penonton sampai tuntas, karena di sanalah klimaksnya yang belum tentu sesuai dengan apa yang ada di benak penonton. Tapi drama yang biasa-biasa saja, alur ceritanya sudah ketebak duluan. Nah, drama sepak bola Indonesia apakah merupakan drama yang baik atau bukan, penonton bebas memberi tafsir. 

Sebetulnya bahwa pertandingan sepak bola diibaratkan pagelaran sebuah drama kolosal, di mana puluhan ribu pendukung fanatik yang memberikan berbagai atraksi menarik ikut sebagai aktornya, atau minimal sebagai pemain figuran, ya memang begitulah kenyataannya.

Aktor utamanya tentu saja semua pemain dari kedua kesebelasan beserta tim pelatih masing-masing yang saling adu strategi untuk memenangkan pertandingan. Strategi tersebut diaplikasikan di tengah lapangan selama  2 kali 45 menit plus injury time, yang diawasi oleh tim wasit agar semuanya berada dalam koridor fair play.

Lihat saja adegan saat tendangan bebas atau tendangan penjuru mau dilaksanakan. Betapa unsur dramanya sangat kelihatan. Para pemain mengelompok di depan gawang. Ada kelompok yang ingin melepaskan diri dari kawalan ketat mencari celah untuk menyambut bola, tapi secara ketat selalu ditempel oleh kelompok lawannya. 

Lalu siapa penonton drama tersebut? Tentu saja mereka yang duduk atau berdiri di bangku tribun stadion, sambil membentuk berbagai konfigurasi sekaligus juga jadi penonton, sekalipun dirigennya malah membelakangi lapangan agar bisa memimpin "konser" dengan baik. Sedangkan penonton terbesar adalah puluhan juta pasang mata melalui layar televisi atau layar lebar saat nonton bareng. 

Masalahnya adalah, mendekati Liga Indonesia berakhir, berita yang mencuat ke permukaan bukan drama seperti itu, tapi adanya "drama" di balik drama. Intinya adalah, klub mana yang bakal memenangi suatu laga, konon sudah diketahui sebelum laga itu dimulai.

Ini bertolak belakang dengan drama yang dipaparkan di atas yang menyebutkan kedua tim saling adu strategi untuk memenangkan pertandingan. Lho, kalau pemenangnya sudah ketahuan, apa gunanya lagi adu strategi?

Coba saja buka beberapa laman daring yang memberitakan perkembangan Liga 1 dan Liga 2. Sebagai contoh mari kita simak tribunnews.com/superskor (1/12), di bawah berita yang berjudul: "Beredar Tangkapan Chat di Twitter, Liga 2 Sudah Diatur?" 

Berita itu pada intinya menyebutkan tiga tim Liga 2 yang akan promosi sudah ketahuan saat kompetisi baru memasuki babak penyisihan. 3 tim yang bakal promosi adalah PSS Sleman, Semen Padang dan Kalteng Putra. 2 klub yang disebut pertama, sudah memegang tiket promosi saat ini. 

Nah tinggal penentuan tim ke 3 yang akan mendampingi PSS dan Semen Padang ke Liga 1, yang mempertemukan Kalteng Putra dan Persita Tangerang.  Ini masalah pelik, seandainya pada pertandingan yang rencana akan digelar Selasa (4/12) depan, Persita menang, gugur sudah dugaan adanya "drama" di Liga 2.

Tapi seandainya Kalteng Putra yang menang, apakah sudah pasti karena sudah ditentukan sebelumnya? Tidak segampang itu. Ini yang menjadi tantangan bagi PSSI melalui Komisi Disiplin agar bisa mengantisipasi hal itu tidak terjadi. 

Bila laga sudah berlangsung secara fair, dan tidak terlihat ada satu tim yang seperti sengaja mengalah, ya sudah, terhadap semua tudingan miring, PSSI bisa menunjukkan bukti bahwa tidak ada apa-apa.

Demikian juga pada Liga 1, kemaren (1/12), PSMS Medan penghuni zona degradasi menang besar 4-0 atas Persebaya.  Padahal Persebaya sebagai penghuni peringkat 6 klasemen sementara, meski sebagai tamu, lebih diunggulkan. 

Pelatih Persebaya, Djadjang Nurdjaman membantah sengaja mengalah, dan memberi alasan timnya terlampat panas, sehingga keteteran, di samping juga beberapa keputusan wasit yang dinilai Djadjang merugikan Persebaya.

Berita tentangnya mundurnya pelatih Bali United, Widodo Cahyono Putro, juga tidak lepas dari tudingan miring, di anataranya menilai bahwa ini sebagai "main mata" agar memuluskan Persija memenangkan laga melawan Bali United, Minggu (2/12). Manajer Persija, Gede Widiade, tegas memebantah rumor itu (suara.com, 30/11). 

Maka, mari kita saksikan partai Bali United lawan Persija melalui layar kaca. Apapun hasilnya, akan disambut antusias sepanjang kedua tim sudah berjuang maksimal dan menghargai hak penonton yang haus hiburan bermutu. 

Tapi bila ada tercium bau yang tak sedap, meskipun setelah itu dibantah dalam sesi jumpa pers, penonton silakan memegang tafsirannya sendiri. Apakah ada "drama" di balik drama, atau betul-betul drama sepak bola yang murni. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun