Kompetisi antar klub di tanah air, Liga 1 maupun Liga 2 sudah mendekati akhir. Ibarat drama, sebentar lagi tirai akan ditutup, atau ibarat film layar lebar, akan muncul tulisan "the end".Â
Drama yang baik, akan diikuti penonton sampai tuntas, karena di sanalah klimaksnya yang belum tentu sesuai dengan apa yang ada di benak penonton. Tapi drama yang biasa-biasa saja, alur ceritanya sudah ketebak duluan. Nah, drama sepak bola Indonesia apakah merupakan drama yang baik atau bukan, penonton bebas memberi tafsir.Â
Sebetulnya bahwa pertandingan sepak bola diibaratkan pagelaran sebuah drama kolosal, di mana puluhan ribu pendukung fanatik yang memberikan berbagai atraksi menarik ikut sebagai aktornya, atau minimal sebagai pemain figuran, ya memang begitulah kenyataannya.
Aktor utamanya tentu saja semua pemain dari kedua kesebelasan beserta tim pelatih masing-masing yang saling adu strategi untuk memenangkan pertandingan. Strategi tersebut diaplikasikan di tengah lapangan selama  2 kali 45 menit plus injury time, yang diawasi oleh tim wasit agar semuanya berada dalam koridor fair play.
Lihat saja adegan saat tendangan bebas atau tendangan penjuru mau dilaksanakan. Betapa unsur dramanya sangat kelihatan. Para pemain mengelompok di depan gawang. Ada kelompok yang ingin melepaskan diri dari kawalan ketat mencari celah untuk menyambut bola, tapi secara ketat selalu ditempel oleh kelompok lawannya.Â
Lalu siapa penonton drama tersebut? Tentu saja mereka yang duduk atau berdiri di bangku tribun stadion, sambil membentuk berbagai konfigurasi sekaligus juga jadi penonton, sekalipun dirigennya malah membelakangi lapangan agar bisa memimpin "konser" dengan baik. Sedangkan penonton terbesar adalah puluhan juta pasang mata melalui layar televisi atau layar lebar saat nonton bareng.Â
Masalahnya adalah, mendekati Liga Indonesia berakhir, berita yang mencuat ke permukaan bukan drama seperti itu, tapi adanya "drama" di balik drama. Intinya adalah, klub mana yang bakal memenangi suatu laga, konon sudah diketahui sebelum laga itu dimulai.
Ini bertolak belakang dengan drama yang dipaparkan di atas yang menyebutkan kedua tim saling adu strategi untuk memenangkan pertandingan. Lho, kalau pemenangnya sudah ketahuan, apa gunanya lagi adu strategi?
Coba saja buka beberapa laman daring yang memberitakan perkembangan Liga 1 dan Liga 2. Sebagai contoh mari kita simak tribunnews.com/superskor (1/12), di bawah berita yang berjudul: "Beredar Tangkapan Chat di Twitter, Liga 2 Sudah Diatur?"Â
Berita itu pada intinya menyebutkan tiga tim Liga 2 yang akan promosi sudah ketahuan saat kompetisi baru memasuki babak penyisihan. 3 tim yang bakal promosi adalah PSS Sleman, Semen Padang dan Kalteng Putra. 2 klub yang disebut pertama, sudah memegang tiket promosi saat ini.Â
Nah tinggal penentuan tim ke 3 yang akan mendampingi PSS dan Semen Padang ke Liga 1, yang mempertemukan Kalteng Putra dan Persita Tangerang. Â Ini masalah pelik, seandainya pada pertandingan yang rencana akan digelar Selasa (4/12) depan, Persita menang, gugur sudah dugaan adanya "drama" di Liga 2.