Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jari sebagai Simbol Umur dalam Siklus Kehidupan

25 November 2018   10:17 Diperbarui: 25 November 2018   11:42 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tergelitik membaca tulisan Hennie Engglina yang berjudul "Kelingking Perdamaian dan Kekuatan" di Kompasiana 24 November 2018. Awalnya saya hanya ingin memberikan komentar ringkas di tulisan tersebut. Namun karena sulit dibuat ringkas, ya saya tulis dalam bentuk artikel saja sekalian.

Kalau saya tidak keliru, inti dari tulisan mbak Hennie, salah satu hikmah yang bisa dipetik pembacanya adalah, semua jari sebetulnya punya peran masing-masing, dan tidak ada satu jari yang lebih hebat dari jari yang lain. 

Jadi, bila diproyeksikan kepada kehidupan kita sebagai makhluk sosial, setiap kita secara individu janganlah merasa sombong, karena kita pada dasarnya saling membutuhkan, termasuk pada orang yang kita anggap "orang kecil".

Baik, saya dulu pernah mendapatkan "Teori Jari" dari seorang direktur utama sebuah BUMN tempat saya dulu bekerja. Kata beliau, jari kita yang lima buah itu melambangkan tahapan umur yang kita lewati dalam suatu siklus kehidupan. 

Dimulai dari jari kelingking, ini adalah jari yang lemah, simbol dari masa anak-anak. Tapi tanpa kelingking, jari kita tidak bakal terlihat indah karena tidak lengkap. Makanya bila ada reuni antar keluarga, pertanyaan yang paling utama bila ada pasangan suami istri yang tidak bawa anak adalah, "lho kok anaknya gak dibawa"? 

Ibu-ibu (ayah-ayah juga lho) sering tanpa sadar membanggakan anak-anaknya saat berbincang dengan orang lain. "Anak saya itu lho, nakalnya bukan main, tapi.....", kata seorang ibu yang meskipun bilang anaknya nakal, tapi dengan ekspresi bangga.  Apalagi ada "tapi"-nya yang biasanya berbau positif sebagai penyeimbang pernyataan "nakal" sebelumnya.

Setelah kelingking, siklus berikutnya beralih ke jari manis, inilah simbol masa remaja, masa termanis sepanjang kehidupan kita, saat cinta pertama hadir berdegup kencang yang berjuta rasanya, kata sebuah lagu lama. Makanya kenapa cincin pertunangan atau pernikahan ditarok di jari kelingking, ya karena simbol cinta itu tadi.

Jari tengah adalah simbol usia dewasa, saat fisik berada pada tahap paling kuat, paling gagah, paling tingi, dan paling-paling lainnya, tapi semuanya secara fisik. Makanya Bung Karno bilang, beri saya 10 anak muda, akan saya ubah dunia. Masa muda memang masanya merasa jagoan.

Nah, jari telunjuk, ini jari yang "ngebos" karena kerjanya main perintah saja. Kalau dalam karir seseorang biasanya di sekitar usia 40-an. Secara fisik tidak lagi  setangguh anak muda, tapi menjadi lebih luas wawasannya, lebih ahli di bidangnya, dan menjadi seorang pemimpin, minimal pemimpin keluarga.

Kemudian, perjalanan sang waktu tak bisa ditahan. Usia tua harus diterima. Badan jadi gendut bergelambir, tapi menjadi makin bijak. Itulah jari jempol, yang gemar memberikan pujian, sehingga disenangi semua kalangan. 

Lihatlah betapa jari jempol bisa dengan nyamannya berkomunikasi dengan menyentuh keempat jari lainnya, sesuatu yang sulit dilakukan oleh jari telunjuk misalnya bila ingin menyentuh jari kelingking (kalau ada yang gak percaya, silakan coba....hehe, betul kan?).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun