Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mencermati Komentar Indra Sjafri, Sebelum dan Setelah Timnas U-19 Melawan Jepang

1 November 2018   11:31 Diperbarui: 1 November 2018   11:53 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indra Sjafri (dok. Tribunnews.com)

"Mukjizat" yang menghampiri timnas U-19 saat melawan Uni Emirat Arab, yang mengantarkan Indonesia ke perempat final turnamen Piala AFC, ternyata tidak terulang ketika melawan Jepang. Pupus lagi impian pemain remaja kita untuk berlaga di Piala Dunia U-20.

Menarik untuk mencermati apa yang diucapkan oleh sang pelatih timnas U-19, Indra Sjafri, baik sebelum bertanding melawan Jepang yang track record-nya lebih unggul, maupun setelah laga.

Tak dapat dipungkiri, Indra memang punya rasa percaya diri yang tinggi, dan itulah yang berhasil ditransfernya ke semua pemain yang dilatihnya. 

"Saya gak suka orang-orang bilang Jepang itu hebat. Indonesia juga hebat. Saya udah dapat semua informasi yang lengkap tentang kelebihan dan kekurangannya, dan saya memilih fokus dengan tim kita, tidak mau menyoroti kelebihan Jepang secara khusus". Itulah lebih kurangnya komentar Indra Sjafri yang diberitakan berbagai media, termasuk saat diwawancara salah satu stasiun televisi, sehari menjelang pertandingan melawan Jepang.

Wartawan memang suka melontarkan pertanyaan siapa pemain Jepang yang akan dikawal khusus. Rupanya pertanyaan itu yang kurang berkenan di hati Indra dan mendapat jawaban seperti di atas.

Sisi lain dari seorang Indra Sjafri adalah memberikan bekal yang memperkuat religiusitas para pemain yang diasuhnya. Selebrasi sujud syukur bersama atau dengan cara lain bagi pemain non muslim, sudah menjadi ciri khas pemain yang dilatih Indra.

Tingkah laku pemain yang relatif sopan di dalam dan di luar lapangan, juga merupakan hasil gemblengan Indra sejak timnas U-19 era Evan Dimas. Indra punya teman Uztad Yusuf Mansur yang beberapa kali memberikan tausiah, termasuk juga memimpin doa bersama sebelum melawan Jepang yang membuat semua pemain menangis. 

Sebagai umat beragama, kita tak meragukan kekuatan doa. Tak ada sesuatu yang terjadi tanpa izin Allah. Tapi doa harus dibarengi dengan usaha, karena hasil yang dituai tak pernah mengingkari proses, kecuali ada "mukjizat".

Maka bila Tuhan belum mengabulkan doa kita, yakinlah bahwa itu yang terbaik, agar kita kembali mengevaluasi, apa yang masih kurang dari sisi proses yang telah dilalui.

Ya, apa yang kurang? Setelah laga usai, Indra Sjafri tetap pede dengan mengatakan sepak bola kita sudah mampu bersaing di level Asia. Ia merasa puas dan berterima kasih pada pemain yang telah berjuang secara maksimal, juga kepada penonton yang setia mendukung. Meskipun begitu, Indra mengakui ada hal yang harus diperbaiki, tanpa menyebutkan apa contohnya.

Lalu simaklah berbagai komentar publik seusai pertandingan. Hampir semua mengatakan bahwa para pemain sudah memberikan yang terbaik, tapi lawan tampil lebih baik lagi. Jarang yang menyebut kalau kita kalah karena kurang beruntung atau membawa-bawa dewi fortuna. Jadi, komentar publik senada dengan komentar Indra Sjafri.

Artinya apa? Secara tersirat kita mengakui bahwa kapasitas kita ya hanya sedemikian. Inilah yang perlu dipikir ulang, apakah masih mungkin kemampuan para pemain ditingkatkan lagi sehingga mampu mengatasi tim setangguh Jepang.

Mungkin untuk menjawab hal tersebut tak bisa dibebankan kepada Indra Sjafri sendiri, karena kapasitasnya secara teknis kepelatihan ada batas mentoknya.

Bagaimanapun juga, tentu dunia persepakbolaan Indonesia pantas berterima kasih pada seorang Indra Sjafri. Walaupun hanya mempersembahkan satu gelar juara pada turnamen resmi, merebut Piala AFF 2013, tapi jasanya dalam menggairahkan sepak bola remaja sampai ke semua pelosok, sungguh besar.

Sepanjang sejarah, PSSI telah melaksanakan banyak hal. Mulai dari mengirim pemain remaja berkompetisi di Italia dan Uruguay, memakai pelatih asing, menaturalisasi pemain asing, membangun pusat pelatihan di berbagai kota, memutar kompetisi usia muda, menyusun panduan bagi sekolah sepak bola yang menjamur, dan sebagainya, dan sebagainya.

Metode apalagi yang belum kita coba? Atau apakah semua sudah on the right track, tinggal menambah intensitasnya saja? Untuk menjawab itu, tampaknya perlu dilakukan semacam general check up yang mencakup semua aspek, termasuk aspek manajemen di tubuh PSSI. Tapi PSSI harus siap-siap menerima rapornya sendiri. Jangan-jangan malah ada masalah tata kelola yang perlu dibenahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun