Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mal Masih Laris, Spot Berfoto Menjadi Daya Tarik

2 November 2018   10:25 Diperbarui: 2 November 2018   18:23 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman di sebuah mal (dok pribadi)

Keberadaan mal yang berkembang pesat di kota-kota besar di negara kita selama sekitar dua dekade terakhir ini, telah mengubah gaya hidup kaum urban. Ruang publik yang tadinya berada di pasar tradisional atau taman kota, beralih ke mal.

Bahkan kalau dulu banyak pengusaha yang harus membuat bangunan khusus buat bioskop, restoran, apotik, salon, toko serba ada, toko pakaian, ruang pamer, dan sebagainya, sekarang cukup dengan menyewa ruangan di mal. Tak heran, saat suatu mal sedang dibangun, para tenant atau penyewa, sudah mem-booking terlebih dahulu.

Tapi, dalam dua tahun terakhir ini sebetulnya mal yang sedang dibangun sudah tidak begitu terlihat lagi, karena jumlah yang ada sudah sedemikian banyak. Justru pembangunan mal sudah beralih ke kawasan pinggiran seiring dibangunnya komplek perumahan atau apartemen baru. Itupun tentu mal dengan ukuran atau fasilitas yang minimalis.

Jembatan di mal, laku jadi tempat berfoto (dok pribadi)
Jembatan di mal, laku jadi tempat berfoto (dok pribadi)
Pertanyaannya sekarang, apakah sudah terjadi kejenuhan warga kota besar seperti Jakarta atau Surabaya untuk bertandang ke mal? Kalau melihat persaingan antar mal, memang cukup ketat, sehingga sebuah mal selalu harus menghadirkan sesuatu yang baru yang membuat masyarakat masih tertarik untuk datang.

Untuk mal yang biasa-biasa saja, mulai terlihat sepi, kecuali di jam makan siang atau makan malam, bila mal tersebut berdekatan dengan lokasi perkantoran. Sedangkan di hari libur, di samping untuk makan dan minum, bioskop yang ada di mal, menjadi salah satu sasaran pengunjung. Adapun lantai lain tempat aneka barang digelar, relatif jarang yang berbelanja. 

Meet & Greet dengan boyband Korea di salah satu mal di Jakarta (dok pribadi)
Meet & Greet dengan boyband Korea di salah satu mal di Jakarta (dok pribadi)
Maka bila banyak pengusaha yang menyewa ruangan di mal tidak memperpanjang periode sewanya, cukup realistis rasanya. Namun selalu saja ada penyewa baru yang ingin mencoba peruntungannya. Jadi, penyewa mal yang bangkrut mungkin ada, karena beberapa gerai toko serba ada ternama, ada yang menutup gerainya di mal tertentu.

Tapi kalau malnya sendiri yang sampai tutup dan berubah fungsi, agak jarang terdengar. Kalaupun sebuah mal beralih kepemilikannya, oleh pemilik baru tetap berfungsi sebagi mal dengan beberapa perubahan konsep yang diyakini bisa menjaring pengunjung.

Tempat anak bermain (dok pribadi)
Tempat anak bermain (dok pribadi)
Salah satu strategi yang dilakukan manajemen yang mengelola mal, terutama mal besar kelas menengah ke atas, adalah dengan lebih memperbanyak fungsi mal sebagai arena rekreasi, serta menyediakan banyak spot untuk para pengunjung berfoto. Ternyata strategi ini cukup ampuh sehingga beberapa mal tetap laris, meskipun kalau dihitung rasio jumlah rupiah yang dibelanjakan pengunjung di mal, secara rata-rata diperkirakan relatif rendah.

Tapi dengan jumlah pengunjung yang ramai, bagaimanapun juga menerbitkan harapan bagi pengelola mal dan juga bagi para tenant. Maka bila  kita berkunjung ke mal, sudah hal biasa bila melihat ada antrian di depan beberapa photo box atau kotak yang dirancang khusus untuk tempat berfoto dengan latar belakang menarik atau dilengkapi dengan asesoris yang menawan.  

Skybridge (dok pribadi)
Skybridge (dok pribadi)
Ada pula mal yang membangun beberapa gedung sekaligus, dan antar mal tersebut terhubung melalui skybridge. Jembatan penghubung ini ada yang dibangun biasa saja di mana di sisi kiri dan kanannya terdapat kios-kios yang mencoba menjaring pembeli dari pengunjung yang melewati jembatan tersebut. 

Tunjungan Plaza (TP) di Surabaya, tercatat sebagai plaza yang paling banyak malnya, dari TP 1 sampai TP 6, tapi jembatan penghubungnya relatif biasa saja. Sedangkan di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, ada skybridge antara West Mall dan East Mall, yang kesannya lebih mewah, namun tampilan dari luar gedung, tidak terlihat.

Di mal yang lebih baru, jembatan penghubungnya dibuat lebih keren dan terlihat dari luar mal, sehingga memancing pengunjung sengaja ingin melewati jembatan tersebut, sekalian memuaskan dahaganya untuk berfoto. Hal ini terlihat di jembatan penghubung antara Central Park dan Neo Soho di kawasan Jakarta Barat.

Ternyata di jembatan tersebut juga ada tempat bermain untuk anak-anak dan sebuah taman bunga yang menawan. Ini pun menjadi sasaran empuk untuk berselfie ria.

Mal yang berlokasi di tepi pantai seperti Bay City Mall di Pluit, Jakarta, membangun khusus koridor yang nyaman untuk berjalan kaki, sekaligus menyediakan anjungan yang indah untuk berfoto. Lagi-lagi, berfoto menjadi kata kunci, karena itulah bagian dari gaya hidup masa kini. 

Anjungan berfoto di halaman sebuah mal (klikhotel.com)
Anjungan berfoto di halaman sebuah mal (klikhotel.com)
Fungsi rekreasi mal sudah semakin luas dari sekadar bioskop dan tempat makan. Ada mal yang dilengkapi dengan gedung pertunjukan kesenian. Ada yang mempunyai  aquarium sejenis sea world dalam versi mini. Ini menjadi faktor pembeda dengan mal lain, karena  kalau hanya arena bermain anak-anak dalam bentuk standar, sudah terlalu umum. 

Pada hari-hari tertentu, manajemen mal mengadakan acara khusus yang membuat pengunjung membludak. Contohnya acara meet and greet dengan artis terkenal, bahkan dengan boyband atau girlband dari Korea yang tengah digandrungi remaja. Biasanya ini terkait dengan promosi dari suatu produk.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan, agar sebuah mal disukai pengunjung dan menjadi pelanggan setia, sediakan mushala yang luas dan nyaman, sehingga pengunjung tetap dapat menunaikan ibadahnya. Dan memang rata-rata mal kelas atas sudah menyediakannya, tidak nyempil di area parkir seperti gaya mal zaman dulu.

Tapi tetap satu hal masih menajdi pertanyaan. Seberapa besar dampak ramainya pengunjung terhadap omzet para penyewa mal yang menjual barang seperti pakaian, kosmetik, perangkat elektronik, alat rumah tangga atau keperluan sehari-hari? Atau akankah nantinya mal akan sepenuhnya menonjolkan bisnis hiburan dan makanan? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun