Sudah ada beberapa tulisan di Kompasiana tentang  ditunjuknya Bima Sakti menjadi pelatih timnas senior yang dalam hitungan hari, segera memulai peruntungannya di turnamen paling bergengsi di level Asia Tenggara, Piala AFF.
Namun karena ada komentar yang bernada menyesalkan keputusan PSSI tersebut dari pelatih yang cukup punya nama dan jauh lebih senior ketimbang Bima Sakti, maka rasanya perlu diingatkan lagi, apapun juga keputusan sudah diambil dan mengingat sempitnya waktu yang tersedia, tentu keputusan tersebut tidak tepat bila dianulir.
Awalnya Fakhri Husaini yang melontarkan pendapat seperti termuat di tribunnews.com (24/10). Pelatih yang sukses mengantarkan timnas U-16 masuk 8 besar Asia dan nyaris lolos ke Piala Dunia U-17 tahun depan itu menilai ditunjuknya Bima Sakti adalah perjudian yang berbahaya.
Kemudian pelatih yang belasan tahun lalu pernah sukses membawa Persik Kediri menjadi juara nasional, Jaya Hartono, juga berpendapat senada, bahwa Bima Sakti belum mumpuni untuk mengemban tugas berat (Bola.com 26/10).
Alasan kedua pelatih yang jam terbangnya sudah demikian panjang tersebut jelas terkait dengan pengalaman Bima di bidang kepelatihan yang sangat minim, belum pernah memegang klub manapun, hanya asisten di Persiba Balikpapan, sebelum menjadi asisten pelatih asal Spanyol Luis Milla sejak awal 2017.
Sebetulnya kalau wartawan mewawancari pelatih-pelatih senior lainnya, kemungkinan besar jawabannya akan sama saja, bahwa Bima terlalu dini menjadi pelatih timnas. Dan itu adalah suara yang jujur, atas dasar kecintaan pada timnas, bukan karena iri hati. Â
Namun saat ini memberi komentar seperti itu, meskipun jujur, rasanya kurang tepat waktunya, karena akan membebani pikiran Bima Sakti dan tim yang terlibat dalam kepelatihan. Mungkin juga membebani pikiran para pemain timnas yang bisa terpengaruh komentar pedas, lalu ikut meragukan kemampuan pelatihnya.
Ya, kalau mau diambil sisi positifnya, kritikan tersebut di atas bisa menambah motivasi Bima Sakti untuk membuktikan pendapat senior-seniornya itu keliru. Tapi, sekali lagi, yang lebih dibutuhkan Bima sebetulnya adalah masukan dari pelatih lain.
Yang jelas, Bima Sakti adalah orang yang paling banyak menyerap gaya kepelatihan Luis Milla, yang sebetulnya relatif sukses mengubah gaya bermain timnas U-23, meski gagal mempersembahkan gelar juara.
Lalu dalam tiga kali uji coba melawan Mauritius, Myanmar dan Hongkong, Bima yang dibantu oleh temannya satu angkatan di tim Primavera saat sebagai pemain remaja berlatih di Italia, Kurniawan, mencatat dua kali menang dan sekali seri.Â
Memang apakah dengan dasar itu, Bima langsung karirnya melonjak drastis? Layak tidaknya Bima menjadi pelatih kepala di timnas senior, bila mau diperdebatkan, tak akan selesai.