Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/10) yang lalu telah menyatakan bahwa PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) dalam keadaan pailit. Putusan pengadilan tersebut adalah sebagai buntut dari kasus utang SAEA pada sejumlah bank sebesar Rp 1,05 triliun.Â
Salah satu bank yang memberikan pinjaman pada SAEA tersebut adalah Bank ICBC Indonesia. Awalnya atas kredit macet itu, Bank ICBC sudah punya kesepakatan dengan SAEA yang mengajukan perdamaian dengan mengambil skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Namun karena SAEA dinilai lalai dalam memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian perdamaian di atas, ICBC mengajukan permohonan kepada pengadilan agar membatalkan perjanjian perdamaian tersebut. Permohonan ICBC itulah yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sehingga seperti yang ramai diberitakan media beberapa hari ini, Sariwangi disebut mengalami kebangkrutan.
Hanya saja publik jangan salah persepsi, produk teh yang bermerk Sariwangi sampai sekarang masih bisa diperoleh di banyak minimarket, pasar tradisional atau di warung-warung pinggir jalan. Brand Sariwangi masih sangat kuat menancap di benak publik, karena memang awalnya SAEA menjadi pelopor produk teh celup di Indonesia, yang diberi nama "Teh SariWangi".
Melihat prospeknya yang demikian bagus, brand Sariwangi tersebut dibeli oleh Unilever pada tahun 1989. Sejak itu penjualan produk ini sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan raksasa yang berpusat di Belanda itu dan menaungi ratusan brand barang harian lainnya. Â Kepopuleran Sariwangi makin meningkat, sehingga sering memenangkan Top Brand Award untuk kategori teh celup.
Adapun SAEA bukanlah anak perusahaan Unilever, karena yang dibeli Unilever hanya brand-nya, namun SAEA menjadi mitra penyuplai teh ke pihak Unilever. Namun sejak awal 2018, Unilever menghentikan kerjasamanya dengan SAEA dan telah memiliki mitra yang baru, yakni PT Agriwangi Indonesia, untuk memproduksi teh Sariwangi (liputan6.com 18/10).Â
SAEA di samping tetap memproduksi teh celup dengan merek lain, seperti  Sariwangi Teh Asli dan Sariwangi Teh Wangi Melati, kemudian melakukan diversifikasi usaha, antara lain seperti yang ditulis tribunnews.com (19/10) berinvestasi pada penggunaan teknologi untuk peningkatan produksi perkebunan dan pengembangan sistem drainase atau teknologi penyiraman air.
Investasi yang memakan biaya besar, termasuk dengan meminjam dari sejumlah bank, itulah yang menamatkan riwayat SAEA. Maka perusahaan pelopor teh celup di tanah air yang berdiri sejak tahun 1962 dan kantornya berada di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, nasibnya harus berakhir secara tragis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H