Agustine Dwiputri, seorang psikolog, dalam tulisannya di Kompas (13/10/2018) menyarankan agar pihak penolong warga korban bencana menghindari ucapan yang bernada menggurui atau memberikan nasehat, meskipun niatnya untuk memberi semangat agar korban segera bangkit.
Ucapan tersebut contohnya: "tenang saja", "anda hanya perlu move on" atau "lebih beriman ya".  Ucapan seperti itu  belum menunjukkan pertolongan yang sepenuh hati.
Akan lebih baik bila warga dibebaskan bercerita dan didengarkan sampai selesai. Kemudian direspon dengan komentar yang memperkuat cerita warga tersebut, misal dengan mengatakan bahwa reaksi warga yang emosional, cemas, sedih, adalah wajar di saat tiba-tiba tertimpa bencana dahsyat. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan: "apa yang bisa kami bantu?" Dengan bertanya, penolong tidak menunjukkan sikap sok tahu.
Ada satu hal lagi yang amat penting. Jangan membeda-bedakan warga yang dibaantu. Apapun agamanya, sukunya, atau latar belakang sosialnya, harus mendapat bantuan dan perhatian yang sama.
Membantu dalam bentuk apapun juga, sangat baik adanya. Tapi lakukan itu dengan sepenuh hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H