Mimpi pemain sepak bola remaja kita untuk tampil di Piala Dunia, untuk sementara harus terkubur lagi, setelah kemaren timnas U 16 dikalahkan Australia 2-3. Padahal Piala Dunia serasa di depan mata, karena hingga turun minum kita masih unggul 1-0.
Jujur, harus diakui bahwa timnas memang kalah secara kualitas bila melihat penampilannya kemaren (1/10) di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia. Jadi bukan karena tidak beruntung.
Justru Australia seharusnya bisa menang lebih dari 3-2. Paling tidak, ada dua kali tendangan penyerang mereka yang menghantam tiang gawang timnas U 16 yang dikawal Ernando.Â
Australia bermain efektif, sehingga mencetak gol hanya soal waktu saja. Setelah Australia menyamakan skor 1-1, mereka tetap menyerang, akibatnya Indonesia terus ditekan dan hanya berharap dari serangan balik.Â
Ironisnya, begitu pemain kita dapat mementahkan serangan lawan, bola langsung dilambungkan jauh ke depan, bukan mencoba bermain bola-bola pendek. Postur tubuh lawan yang jauh lebih tinggi memudahkan mereka menghentikan umpan panjang pemain kita.
Menjadi pertanyaan, apakah main panjang begitu merupakan taktik yang diinstruksikan pelatih Fakhri Husaini, atau kreasi pemain yang kurang sabar bermain dari kaki ke kaki seperti yang sukses diterapkan saat menggulung Iran 2-0 di babak penyisihan grup.
Tapi ya tak perlu disesali. Para pemain bertangisan di lapangan seusai laga. Boleh saja bersedih. Namun setelah ini kobarkan lagi semangat untuk berlatih lebih keras.
Masa depan yang cerah sudah menunggu mereka, bila mampu lebih berkembang lagi. Siapa tahu saat kelak mereka jadi skuad timnas U-19, mimpi menembus Piala Dunia bisa terwujud.
Rasanya bukan basa basi bila pelatih Australia memprediksi masa depan timnas U 16 akan cemerlang dan layak tampil di Piala Dunia. Luis Milla, pelatih timnas senior, juga memberikan pendapat senada (Kompas.com 2/10).
Fakhri Husaini pernah mengkritisi pertanyaan wartawan tentang sikapnya atas tuntutan masyarkat yang membebani timnas U-16 agar sukses menembus ajang Piala Dunia demi martabat bangsa.
Menurut Fakhri, martabat bangsa harusnya dipikul timnas senior. Adapun misi pembinaan sepak bola remaja bukan untuk mengincar juara, tapi menyiapkan bibit unggul agar pada waktunya kita punya timnas senior yang kuat.