Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Aruna dan Lidahnya", Kuliner Berbumbu Korupsi dan Perselingkuhan

28 September 2018   22:06 Diperbarui: 28 September 2018   22:18 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Kamis (27/9) kemaren, sebuah film nasional yang tema besarnya adalah soal kuliner, telah diputar di banyak bioskop di ibukota dan kota-kota besar lainnya di tanah air.

Film yang berjudul "Aruna & Lidahnya" (selanjutnya ditulis AL) tersebut diangkat dari novel berjudul sama karya Laksmi Pamuntjak. Meskipun begitu, versi filmya yang disutradari Edwin mengalami sedikit perbedaan dari yang tertulis dalam novel.

Boleh dikatakan film bertema kuliner nasional termasuk langka. Sebelum AL, sekitar dua atau tiga tahun yang lalu pernah pula beredar film "Tabularasa" yang panjang lebar menggambarkan proses pembuatan rendang di sebuah rumah makan masakan Padang di Jakarta.

Namun dalam AL, penonton betul-betul dibuat "lapar" dan gregetan serasa ingin menikmati aneka makanan yang silih berganti tampil di layar lebar. 

Sesuai skenario film, aneka makanan tersebut adalah makanan lokal favorit di empat kota: Surabaya, Pamekasan (kota di pulau Madura), Pontianak dan Singkawang (keduanya di Kalimantan Barat).

Yang juga perlu dicatat, makanan favorit tersebut kebanyakan dijual di warung yang tampilannya sederhana. Artinya, ini memang kelas pedagang kecil, tapi rasa makanannya nendang banget.

Dalam kenyataannya hal tersebut lazim kita temukan di berbagai kota di negara kita. Cerita AL pun juga mengangkat kuliner yang ada di keseharian di kota-kota itu tadi.

Terhadap makanan enak kelas bawah seperti itu bukannya tidak ada tawaran dari investor agar dikembangkan ke kota lain dengan membuka cabang atau pakai sistem waralaba, namun mereka tolak.

Para pedagang makanan lokal sudah puas dengan kondisi begitu karena niatnya bukan semata-mata mencari uang sebanyak mungkin. Mereka lebih mementingkan menjaga hubungan baiknya dengan para pelanggan di kota setempat.

Kembali ke film AL, walaupun sangat dominan sajian kulinernya, unsur dramanya yang membumbui, lumayan menghibur dan cukup menggambarkan gaya keseharian anak muda berusia 30-tahun di kota metropolitan.

Empat tokoh utama dalam AL terdiri Aruna (Dian Sastrowardoyo), Bono (Nicholas Saputra), Nad (Hannah Al Rashid) dan Farish (Oka Antara). Mereka berkelana di empat kota tersebut di atas menikmati 21 jenis makanan dengan lahapnya.

Tapi sesungguhnya berburu kuliner menjadi sampingan saja, karena misi utama adalah menginvestigasi kasus flu burung yang dilakukan oleh Aruna yang kemudian didampingi oleh supervisor-nya, Harish. Mereka berdua bekerja di sebuah organisasi non pemerintah.

Adapun Bono adalah seorang chef yang sudah lama berteman dengan Aruna. Sedangkan Nad seorang penulis buku kuliner nusantara. 

Kisah asmara mereka berempat menjadi bumbu menarik. Bono naksir berat Nad, tapi kurang berani menyatakan cintanya. Justru Nad dengan gamblangnya bercerita petualangannya dengan suami orang lain.

Begitu pula Aruna yang jatuh cinta ke Farish, tapi tragisnya Farish justru memacari bosnya di kantor yang sudah punya suami dan anak satu orang.

Bos di kantor Farish dan Aruna tersebut, di akhir film ketahuan terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan yang berkaitan dengan kasus flu burung.

Rupanya sebelum dilakukan investigasi, data palsu terkait kasus flu burung sengaja diekspos berlebihan agar masyarakat resah, sehingga pemerintah bisa membeli alat kesehatan tanpa proses tender karena kondisi darurat. 

Dari investigasi Aruna dan Farish terhadap pasien yang disebut terkena flu burung, ternyata sakit biasa, sehingga alat kesehatan yang diterima sebuah rumah sakit menjadi mubazir. Pihak rumah sakit mengaku tidak pernah minta alat-alat tersebut.

Nah, tentang korupsi, rasanya apa yang disajikan di AL, ya begitulah fakta yang sering terungkap di negara kita. Tapi tentang perselingkuhan dengan istri atau suami orang lain, kalau ini juga dinilai sebagai kondisi sesungguhnya dalam kehidupan kaum muda di kota besar, jelas betapa longgarnya penghormatan atas nilai sakral perkawinan saat ini.

Di balik  bumbu korupsi dan perselingkuhan itu, tentu lebih enak mengetahui bumbu sebenarnya dari makanan yang membangkitkan selera yang tersaji di AL. 

Makanan tersebut antara lain bakmi kepiting di Pontianak, choi pan atau dimsum kukus di Singkawang, kacang kowa di Surabaya dan lorjuk atau kerang bambu di Pamekasan.

Jadi, di samping terhibur oleh acting dari aktor dan aktris papan atas, dengan menonton AL ada keuntungan lain, yakni semakin mengenal beraneka ragam kekayaan kuliner nusantara yang belum banyak terungkap di level nasional. 

Jangan bangga bila kita banyak mengetahui dan menikmati makanan asal luar negeri, tapi hanya tahu sedikit saja dari banyak sekali makanan nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun