Serah terima jabatan (sertijab) adalah prosedur yang lazim pada birokrasi pemerintahan. Jabatan bukanlah sesuatu yang abadi. Ada masa naik, pasti ada pula masa turun.Â
Makanya acara sertijab yang bersifat formil dan diikuti oleh acara informil berupa pisah sambut, selamat berpisah bagi pejabat yang dilepas dan selamat datang bagi pejabat yang baru, adalah agenda rutin di banyak instansi, termasuk pula di perusahaan milik negara atau swasta yang punya banyak kantor cabang.
Saya tidak begitu mengetahui secara persis bagaimana prosedur sertijab di instansi pemerintah. Tapi sebagai seorang yang lama meniti karir di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang keuangan, saya telah beberapa kali mengalami langsung acara sertijab, baik sebagai pejabat yang menyerahkan jabatan lama, maupun yang menerima jabatan baru.
Nah, yang berlaku di tempat saya adalah seperti ini. Misalkan seorang kepala cabang di Cianjur dimutasikan menjadi kepala cabang Bogor. Kedua cabang ini sama-sama di bawah Pemimpin Wilayah Bandung.Â
Dalam kasus seperti itu, bertempat di kantor wilayah di Bandung, ditandatangani dokumen sertijab oleh tiga orang pejabat. Pertama, yang menyerahkan adalah kepala cabang Bogor yang lama, lalu pihak yang menerima kepala cabang Cianjur yang lama, dan diketahui oleh pemimpin wilayah Bandung sebagai atasan keduanya.
Kepala cabang lama melengkapi dokumen sertijab tersebut dengan beberapa buku sebagai lampiran, yang antara lain berisikan job description, daftar personil, daftar inventaris kantor, rencana kerja tahunan yang telah selesai dilakukan, yang masih on progress, serta yang masih belum dimulai.
Khusus mengenai daftar inventaris kantor juga ada keterangan kondisinya saat diserahterimakan. Misalnya ada 5 buah kendaraan operasional, di mana ada satu yang rusak, maka hal ini dijelaskan. Sepeda motor, gedung kantor, lemari, meja, kursi, air conditioner, desktop, laptop, kalkulator, mesin hitung, lukisan dinding, dan apapun yang menjadi milik dinas, semua dirinci.
Tentu barang pribadi milik pejabat yang dipindahkan, sebelum serah terima, telah diambil terlebih dahulu. Barang pribadi ini biasanya berupa foto keluarga, lukisan, buku-buku yang dibeli sendiri, dan sebagainya.
Nah, ada memang yang bersifat abu-abu, yakni tentang cenderamata atau souvenir yang pernah diterima. Ada pejabat yang menganggap hal itu diterima dalam kapasitasnya sebagai pribadi, sehingga dibawa ke rumah pribadinya. Contohnya souvenir saat ikut turnamen golf, souvenir saat menjadi pembicara di sebuah seminar, dan sebagainya.
Tapi yang lebih lazim, cendera mata dianggap berkaitan dengan jabatan, sehingga ditinggalkan sebagai inventaris kantor, seperti plakat dari berbagai instansi yang pernah berkunjung, hadiah atau piala dari berbagai kejuaraan yang diikuti personil kantor, dan sebagainya.
Memang, untuk barang yang secara fisik berada di kantor, gampang melacaknya saat serah terima. Yang agak rumit adalah barang-barang milik kantor yang ada di rumah dinas. Soalnya, adakalanya pejabat lama sudah bertugas di tempat lain, tapi dengan izin khusus keluarganya masih menempati sampai tahun ajaran sekolah berakhir, karena ada anaknya yang ingin pindah setelah kenaikan kelas.
Akibatnya, dalam sertijab, tidak sekaligus dilampirkan daftar inventaris rumah dinas. Tapi, untungnya, Divisi Logistik di tempat saya bekerja secara rutin setiap bulan mengecek daftar inventaris yang ada di rumah dinas.Â
Biasanya, saat seorang pejabat meninggalkan rumah dinas karena pindah tugas, cukup melapor ke petugas Logistik, dan si petugas memeriksa dulu kelengkapan barang inventaris, baru ada serah terima rumah dinas.Â
Kemudian, saat rumah tersebut dimasuki pejabat baru, yang menyerahkan juga petugas logistik dengan menyerahkan daftar inventaris yang ada dan si pemakai yang baru dipersilakan untuk mengecek kuantitas serta kualitas barangnya.
Kembali, saya tidak tahu pasti bagaiman aturan main sertijab di pemerintahan, sehingga saya tidak bisa mengomentari kasus yang menimpa Roy Suryo, Menteri Pemuda dan Olahraga di era SBY yang banyak diberitakan media masa.
Kompas.com hari ini (10/9) menulis bahwa sudah ada tawaran mediasi dari Menpora Imam Nahrawi kepada Roy. Disebutkan bahwa ada sejumlah 3.226  barang milik negara yang nilainya sekitar Rp 8 - 9 milyar yang belum berhasil diinventarisasi, dan Roy merasa semua barang tersebut dituduhkan seolah-olah dibawanya.Â
Dengan berita seperti itu, saya berasumsi bahwa saat sertijab dulu, belum lagi dilengkapi dengan berita acara serah terima inventaris milik dinas. Sangat mungkin, lagi-lagi ini dugaan saya saja, administrasi pengadaan dan penggunaan barang di Kementerian Pemuda dan Olahraga di saat itu, belum rapi.Â
Dalam situasi seperti itu bisa saja ada karyawan yang mengambil barang dengan mengatakan barang tersebut diminta oleh menteri. Pada administrasi yang rapi, saat mengambil barang, baik dengan status diberikan (untuk barang yang nilainya kecil atau yang habis sekali pakai seperti pulpen, kertas), atau untuk dipinjamkan (seperti laptop, kamera, dan sebagainya), harus ada tanda tangan si penerima atau si peminjam.
Saya teringat cerita pak etek (paman dari garis ayah dalam bahasa Minang) saya, yang di tahun 1990-an mengepalai sebuah instansi pemerintahan di level provinsi Sumatera Barat. Saat ia masuk ke rumah dinas di awal penugasannya, tak satu pun ada barang yang tersisa.
Apakah diambil oleh pejabat lama atau oknum yang mencari rezeki ekstra, tidak bisa dilacak. Rumah itu betul-betul kosong melompong, sampai-sampai gayung di kamar mandi pun tak ada.
Tapi menurut pak etek tersebut, hal demikian sudah diantisipasinya, karena memang begitu adanya. Toh, beliau juga merasa diuntungkan sehingga ada alasan untuk meminta dibelikan barang baru semuanya. Selama itu belum dibelikan, beliau tidur di hotel, karena tidak punya rumah pribadi di Padang.
Sebelumnya memang beliau menjadi pejabat level menengah di sebuah departemen di Jakarta, dan kepindahan ke Padang merupakan promosi jabatan karena eselonnya naik.Â
Kasus yang menimpa Roy Suryo membawa hikmah, agar dalam serah terima jabatan, baik pejabat yang dilepas, maupun pejabat yang menggantikan, sebaiknya kritis dengan melakukan check dan recheck tentang inventaris dinas yang diserahkan atau yang diterima. Akan lebih baik bila hal ini ter-cover pada dokumen sertijab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H