Menarik menyimak sebuah tulisan di Kompasiana tentang semakin membosankannya acara televisi kita, maksudnya yang ditayangkan oleh stasiun televisi nasional yang jumlahnya sekitar belasan.Â
Saya sepenuhnya setuju, karena juga merasakan hal yang sama. Betapa bosannya saya ketika melihat pembawa acara talkshow di sebuah televisi dengan jargon sebagai televisi masa kini.Â
Pembawa acaranya yang juga seorang komedian, konon saat ini dengan tarif termahal di tanah air, sering mengulang bahan lawakan yang sama, sehingga jadi tidak lucu lagi, membuat saya betul-betul jemu.
Ada lagi stasiun televisi yang berkepanjangan menayangkan sinetron hikmah atau hidayah dengan ciri-ciri pada bagian ending, tokoh jahatnya akan meninggal dan saat pemakaman akan muncul peristiwa yang menakutkan sebagai azab atas dosa-dosanya.Â
Kemudian, seperti yang telah ditulis oleh artikel yang saya tanggapi ini, acara debat politik dengan pembawa acara yang memihak, atau yang justru mendominasi pembicaraan sehingga seolah-olah pembawa acara ingin mengarahkan kesimpulan debat sesuai dengan yang ada di benaknya, juga tidak menarik untuk disimak.
Apalagi, bila pembawa acara tidak mampu memoderatori narasumber yang saling rebutan ngomong.
Yang tak kalah mengesalkan adalah acara musik yang berdurasi panjang banget, bisa sampai lima jam dan muncul setiap hari atau setiap malam, baik musik dangdut ataupun pop. Acara yang juga disebut dengan variety show ini, karena dipadukan dengan ocehan pembawa acara secara keroyokan, terasa sekali membuang-buang waktu.
Tentu saja ini bersifat subjektif sesuai dengan kacamata saya sendiri. Namun saya berharap ada orang lain yang sependapat dengan saya.Â
Yang jelas, acara yang menurut saya membosankan di atas, pasti banyak pula peminatnya. Buktinya pemasang iklan terus mengalir tiada henti. Tentu hal itu setelah mempertimbangkan rating acaranya.
Hanya saja, menurut saya, acara-acara seperti itu tidak edukatif, dan semata-mata hanya takluk oleh hukum pasar, mencari rating tinggi agar iklan masuk.