Jadi, kembali ke kasus Refly Harun, sebetulnya terlihat masih dalam pakem yang sama, yakni yang dicopot mewakili akademisi, dan yang masuk menggantikan pejabat dari instansi pengawasan. Tentu akan lebih baik bila dalam RUPS diungkapkan alasan sesungguhnya dari pencopotan seorang komisaris BUMN apabila ia belum penuh 5 tahun menjabat.
Sebagai catatan, dalam perkembangan terbaru, ternyata Refly Harun mendapat penugasan baru sebagai Komisaris Utama PT Pelindo I (Persero), seperti yang dikutip dari detik.com (7/9). Artinya, clear, Refly tidak ada kasus apapun.
Terlepas dari soal di atas, pencopotan komisaris BUMN memang bisa saja karena sering bersuara keras terhadap pemerintah, tapi bisa pula karena bersuara keras terhadap direksi yang diawasinya.Â
Nah, inilah bedanya BUMN dengan korporasi swasta. Di swasta, seperti yang ditulis di awal tulisan ini, komisaris bisa mencopot direksi, karena ia memang bertugas menilai dan mengawasi direksi. Di BUMN berlaku falsafah ngono yo ngono ning ojo ngono.Â
Bila direksi merasa tidak nyaman menghadapi komisaris yang misalnya terlalu cerewet, maka lobi-lobi direksi boleh jadi bergerilya agar komisaris diganti saja. Dalam hal ini pemerintah tinggal pilih, lebih percaya ke direksi atau ke komisaris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H