Kota Magelang relatif dekat dari Yogyakarta. Kota ini terkenal karena menjadi tempat pendidikan calon perwira militer. Maka siapapun yang sekarang ini menjadi petinggi angkatan bersenjata kita, bisa dipastikan punya kenangan indah dengan Magelang.Â
Anekdotnya, yang paling tinggi jabatannya di Magelang bukan Walikota, tapi gubernur. Jelas bukan Gubernur Jawa Tengah maksudnya, namun Gubernur Akademi Militer yang berpangkat Mayor Jenderal TNI.
Bila kita berada di Kota Sejuta Bunga, demikian julukan yang diberikan buat Magelang, pada malam hari, suasananya terlihat semarak. Namun hal itu hanya berlangsung sampai sekitar jam 10 malam. Setelah itu kota yang terkenal tertib ini, mungkin karena ada akademi militer itu tadi, sudah sepi.
Sewaktu saya dan beberapa teman berada di kota Magelang, Sabtu (25/8) yang lalu, di senja hari sehabis salat magrib, kami berencana untuk berwisata kuliner dengan menjajal makanan yang mengundang selera di sana.
Sebelumnya perlu dicatat bahwa suasana kota Magelang tergolong nyaman untuk jalan-jalan. Tidak terlalu padat seperti Yogyakarta, tapi juga tidak terlalu sepi seperti Temanggung atau kota kecil lain di sekitar itu.
Baik, kita langsung ke topik utama, soal kuliner di malam hari. Menurut teman saya yang merupakan putra asli Magelang dan bertindak sebagai pemandu, makanan yang paling laku di malam hari adalah kupat tahu.Â
Ternyata memang benar. Di jalan utama kota itu, ada banyak sekali warung kupat tahu, dan saat malam hari pembelinya melimpah sampai antre menunggu dapat giliran masuk, karena bangku yang tersedia sudah penuh.
Selesai makan kupat tahu, kami sejenak berkeliling kota sambil menunggu perut agak longgar lagi, karena sudah meniatkan agenda berikutnya, menjajal bakso kerikil. Kerikil? Ya, namanya memang aneh begitu, tapi pasti bukan kerikil beneran.
Lho, bakso kerikil itu ada sejarahnya. Begini, di tahun 1995, salah seorang pedagang bakso punya ide saat melihat anak-anak yang rewel padahal orang tuanya lagi asyik makan bakso. Nah, untuk anak-anak diberikanlah bakso berukuran kecil tersebut, yang apabila diacak-acak, tidak terlalu sayang. Eh, lama-lama para orang dewasa pun suka minta bakso kecil itu.
Ada banyak makanan berupa cemilan yang menjadi oleh-oleh khas dari Magelang. Namun yang paling banyak dibeli oleh pelancong dari luar kota adalah gethuk yang terbuat dari singkong. Gethuk ini dibungkus dalam ukuran kecil dan terdiri dari tiga lapis, masing-masing berwarna putih, coklat dan merah muda. Sayangnya, gethuk ini masa layak konsumsinya hanya sekitar empat hari saja.
Warung Ronde tersebut ternyata sudah punya sejarah panjang, sekarang agaknya dikelola oleh cucu dan cicit pendirinya, yang dari wajahnya terlihat saudara kita beretnis Tionghoa.
Maka kami yang sebetulnya sudah kenyang, tadinya hanya ingin minum, tergoda untuk mencicipi sate pisang, yang konon hanya ada di Magelang. Sate pisang di warung Miroso, resepnya masih sama dengan saat dibuat oleh pendirinya yang membuat Presiden pertama kita ketagihan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H