Ada yang menarik dari berita Kompas Rabu (15/8) yang lalu. Judul beritanya "Bintang Terang Para Mantan Ajudan", terdapat di halaman 2. Isinya menyangkut karir perwira Polri yang pernah menerima penugasan khusus sebagai ajudan presiden atau wakil presiden, yang hampir pasti akan memiliki karir cerah di masa depan.
Salah satu perwira dimaksud adalah Brigadir Jenderal (Pol) Teddy Minahasa Putra, yang pernah menjadi ajudan Wapres Jusuf Kalla pada 2014-2017, sekarang ditugaskan sebagai Kepala Kepolisian Daerah Banten. Seperti diketahui, untuk menduduki jabatan yang amat bergengsi seperti kapolda, bukan hal yang gampang karena persaingannya amat ketat di antara banyak yang berpeluang.
Menariknya, Teddy menggantikan Brigjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo, yang sebelum menjadi Kapolda Banten juga pernah menjadi ajudan Presiden Joko Widodo. Sigit punya hubungan cukup lama dengan Jokowi, karena saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo, Jawa Tengah, Sigit bertugas sebagai Kepala Kepolisian Resor Kota Solo pada medio 2011-2012.
Tentu saja promosi atas perwira tersebut karena memang dinilai punya kemampuan atau kompetensi dan telah memenuhi semua persyaratan di instansinya. Apalagi kalau kompetensi tersebut juga terlihat oleh pejabat tinggi negara, menjadi nilai plus bagi peningkatan karir seseorang.
Nah, ada hal yang dapat dipetik dari berita di atas, khususnya bagi mereka yang sedang meniti karir di pemerintahan, badan usaha milik negara, atau juga perusahaan swasta yang berskala nasional.
Ada satu cerita tentang seorang yang berkarir di sebuah bank swasta. Suatu ketika, sang bankir ini dipromosikan menjadi kepala cabang bank swasta tersebut di sebuah ibu kota provinsi di kawasan timur Indonesia.Â
Kepala cabang ini terkenal pintar bergaul dan menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak. Salah satu nasabahnya adalah perusahaan yang pemiliknya belasan tahun kemudian menjadi pejabat tinggi negara di Jakarta.
Tentu saja waktu itu tidak ada yang mengira sang pengusaha akan menjadi pejabat tinggi. Tapi pergaulan yang baik yang disemai secara tulus dan selalu dipelihara meskipun sang kepala cabang sudah pindah lagi ke kota lain, secara tidak langsung ikut menentukan karirnya di masa depan.
Garis tangan sang kepala cabang memang bagus, karena akhirnya malah diminta untuk menjadi orang nomor satu di sebuah bank milik negara. Sulit untuk mengatakan bahwa penugasan itu semata-mata karena dekat dengan penguasa, karena sang bankir sukses selama dua periode membawa bank milik negara tersebut mencapai kinerja terbaiknya.
Artinya apa? Kemampuan atau kompetensi tetap harus nomor satu dalam meniti karir di sebuah instansi atau sebuah perusahaan. Tapi ini saja belum cukup, bila tidak mampu menjaga hubungan baik dengan semua pihak baik di internal maupun eksternal perusahaan atau instansi tersebut.
Jangan bersedih kalau di awal karir malah ditempatkan di kota yang jauh dari daerah asal, anggap saja misalnya di Jayapura, Papua. Tapi bila hal itu dilakoni dengan baik, dan bergaul dengan berbagai pihak di kota tersebut, Â katakanlah dengan instansi militer, kepolisian, tokoh masyarakat atau pengusaha setempat, hal ini akan banyak membawa keuntungan.
Keuntungan pertama adalah dengan banyak teman, bisa "membunuh" kesepian di daerah perantauan, sekaligus ada tempat berbagi cerita atau saling bertukar pengetahuan dan pengalaman.
Nah, keuntungan berikutnya, siapa tahu, toh dunia ini semakin kecil saja rasanya, belasan tahun kemudian, sesama mantan perantauan tersebut bisa jadi sudah memegang jabatan lebih tinggi di masing-masing instansinya di kota besar di Pulau Jawa.Â
Dengan tetap keep in touch, bukankah berbagai urusan kedinasan jadi lebih gampang, karena banyak sahabat di instansi lain sebagi tempat bertanya dan saling membantu.
Mau seperti apa karir seseorang nantinya, jadi orang besar atau tidak, toh menjaga hubungan baik dengan orang lain sejak di awal karir, tetap bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H