Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Strategi Menghadapi Stres: Terima, Ubah, atau Hindari

22 Juli 2018   13:41 Diperbarui: 22 Juli 2018   13:44 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betul-betul saya tak menyangka, teman saya satu bagian di kantor, sebut saja namanya Toni, ternyata sudah lama menderita stres karena masalah rumah tangga. Hal itu terungkap  saat kami kerja lembur di suatu malam. Saya yang udah capek ingin pulang ke rumah, di tahan oleh Tony agar menemani ia sebentar.

Lalu meluncurlah curhat Tony, kenapa ia sampai ketagihan lembur, sampai-sampai merasa malas kalau pulang ke rumah. Tony rupanya punya problem komunikasi yang akut dengan istri yang telah dinikahinya sejak hampir dua puluh tahun yang lalu, dan telah melahirkan seorang putri dan seorang putra, masing-masing duduk di bangku SMA dan SMP.

Padahal di mata saya dan juga teman-teman kantor lainnya, keluarga Tony termasuk yang harmonis. Tidak ada berita miring kalau salah satu pihak "main api" dengan orang ketiga. Pada acara rekreasi  family day yang rutin dilakukan kantor kami setahun sekali, mereka selalu terlihat rukun. Demikian juga bila saya melihat mereka di acara resepsi pernikahan yang sama-sama kami hadiri, meskipun tidak begitu mesra, toh semua terlihat baik-baik saja.

Dari cerita versi Toni, cara komunikasi mereka berada pada "gelombang" yang berbeda, sehingga sering tidak nyambung. Tony tergolong supel, ramah, dan dalam berbicara penuh sopan santun. Sebaliknya sang istri cenderung pendiam, ngomong yang perlu-perlu saja, itupun sering dengan nada nyelekit, dan terasa pedas di hati Tony.

Parahnya, lingkungan keluarga sang istri punya gaya komunikasi yang mirip, baik orang tuanya, maupun saudaranya. Hal ini membuat Tony kurang menikmati kalau lagi ngumpul bareng keluarga pihak istri. Sebaliknya bila acara di keluarga Tony, giliran istrinya yang ogah-ogahan, karena tidak suka berbicara manis panjang lebar. 

Tak heran, bila Tony  kadang-kadang pergi sendiri saja bila ada acara ngumpul saudaranya. Kalau begini, Tony paling tidak suka menjawab pertanyaan dari kakak atau adiknya, kok istri gak dibawa? Biasanya Tony langsung bilang bahwa istrinya lagi kurang enak badan.

Yang paling disesalkan Tony, kedua anaknya setelah memasuki usia remaja ternyata lebih menyukai gaya komunikasi ibunya, dan menganggap gaya komunikasi bapaknya sebagai membuang waktu saja karena penuh basa basi. Anaknya mulai terbiasa menjawab pertanyaan Tony dengan nada keras, meniru apa yang dicontohkan istri Tony.

Saya bukan seorang psikolog, tapi rajin mencermati rubrik konsultasi psikologi yang terdapat di media cetak, seperti yang ada di harian Kompas setiap Sabtu. Meskipun Tony terlihat mulai plong setelah menceritakan masalah yang dihadapinya, tentu saya perlu memberikan pendapat sebisanya.

Tampaknya Tony sudah lama memendam hal ini, dan mungkin saya dianggap sebagai teman yang paling dipercaya, karena saya memang tidak suka bergosip dengan teman kantor lain. Lagipula, Tony juga tahu kalau saya sering menulis di Kompasiana, beberapa di antaranya berkaitan dengan masalah psikologi.

Memang, mengeluarkan uneg-uneg saja ke orang yang dipercaya, itu sudah merupakan salah satu solusi. Tapi saya mencoba membesarkan hati Tony dengan memintanya mengingat kembali, dulu hal apa yang memikat dari istrinya, sehingga Tony mau menikahinya. 

Terungkaplah bahwa pada awalnya justru karena sang istri tergolong sederhana, tidak manja, tidak banyak menuntut dibelikan ini-itu, membuat Tony merasa mantap melangkah ke jenjang perkawinan. Tony sadar bahwa istrinya pendiam, tapi yakin lama-lama akan berubah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun