Idealnya, tanpa ada ketentuan dari pemerintah, masyarakat secara mandiri bisa mengubah pola konsumsinya, agar kebiasaan kalau belum makan nasi serasa belum makan, bisa sesekali berganti dengan selain nasi.Â
Khusus bagi daerah tertentu seperti di kawasan timur Indonesia yang secara budaya sejak dulu sudah punya kebiasaan makan jagung, sagu, atau bahan non beras lainnya sebagai makanan sehari-hari, agar bisa kembali ke "khittah", karena telah diintervensi oleh budaya orang kota yang dianggap lebih maju, dengan memperkenalkannya pada beras.Â
Budaya beras tersebut akhirnya malah menyengsarakan saudara-saudara kita di Indonesia Timur, karena mereka terpaksa merogoh kocek yang lebih dalam, agar tetap bisa menikmati makan nasi yang lebih "maju" itu. Ya, mereka sudah bergantung pada beras, sehingga terjadi homogenisasi pangan di negara kita.
Mudah-mudahan sosialisasi one day no rice kembali bergairah setelah bulan puasa ini, terutama dengan menyasar sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Mengubah pola makan para pegawai negeri yang usianya sudah di atas 30 tahun relatif lebih sulit, meskipun ada aturan pemda, ketimbang mengubah selera para remaja.Â
Jika remaja sekarang berhasil digiring untuk tidak lagi bergantung pada beras semata, tentu saat mereka nantinya menjadi kepala keluarga lebih gampang membentuk budaya makan baru kepada anak-anaknya, sehingga lahirlah generasi baru yang cocok dengan gerakan diversifikasi pangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H