Ada berita gembira bagi para pegawai negeri sipil, anggota TNI dan Polri, serta para pensiunan pegawai negeri/TNI/Polri. Presiden Joko Widodo hari ini (Rabu 23/5) telah mengumumkan pemberian gaji ke 13 dan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi kelompok tersebut di atas, dalam jumpa pers di Istana Negara.
Khusus bagi para pensiunan yang berjumlah sekitar dua juta orang, penerimaan THR adalah sebuah sejarah baru, karena belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Jelas hal tersebut semacam apresiasi dari pemerintah yang harus disyukuri, karena dalam kondisi keuangan negara yang belum menggembirakan dilihat dari realisasi penerimaan negara, pemberian THR bagi pensiunan, pasti akan menguras anggaran yang tidak sedikit.
Kehidupan pensiunan, meskipun sudah ada perbaikan, secara umum masih belum mampu untuk menopang pengeluaran rutin, kecuali bila para pensiunan bisa menurunkan gaya hidupnya menjadi lebih sederhana ketimbang waktu mereka masih pegawai aktif.
Kondisi tersebut tidak hanya berlaku bagi mereka yang pensiun saat masih berada di golongan kepegawaian rendah (golongan I dan II), tapi juga bagi yang pensiun saat sudah punya jabatan (golongan III dan IV).Â
Jangan heran kalau ada pensiunan pejabat yang punya rumah di daerah elit, tapi tak mampu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas rumahnya, sehingga minta diberi keringanan kepada instansi terkait. Tahu sendiri PBB di kawasan Menteng, Jakarta, sekadar  contoh saja, amat mahal.
Kalaupun ada pensiunan yang masih bisa hidup mapan, biasanya mereka yang telah punya tabungan yang relatif besar, punya investasi berupa rumah kontrakan, atau masih bisa berkarya di tempat lain.Â
Tabungan besar tersebut bisa karena dulunya sering dapat proyek, honor, uang perjalanan dinas, atau juga karena dapat gratifikasi.Â
Bisa pula pensiunan hidup nyaman karena mendapat kiriman uang dari anak-anak mereka yang sudah jadi "orang". Â Jadi memang ada banyak faktor yang bisa menyelamatkan pensiunan.
Bila hanya mengandalkan uang pensiunan bulanan, rasanya pas-pasan saja. Bahkan bisa minus kalau anak mereka masih ada yang kuliah, atau sudah sarjana tapi masih menganggur, sehingga masih "menyusu" ke orang tua.
Bagi pensiunan "minus" tersebut, mereka terpaksa gali lobang tutup lobang, meminjam ke bank dengan menjaminkan Surat Keputusan (SK) pensiun mereka. Alhasil potongan bulanannya sebagai cicilan pokok plus bunga untuk bank, semakin menggerogoti penghasilan pensiunan.