Bagi yang menyimak berita di bidang ekonomi, khususnya di sektor perbankan, pasti mengetahui munculnya bank jenis baru yang dinamakan Bank Wakaf Mikro (BWM). Soalnya, waktu Presiden meresmikan BWM An Nawawi Tanara di sebuah pondok pesantren di Serang, Banten, 14 Maret 2018 yang lalu, banyak diberitakan di berbagai media.
BWM sebetulnya adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang digagas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sasarannya adalah memberikan pembiayan kepada masyarakat di tingkat mikro mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 3 juta untuk setiap nasabah, dengan masa pengembalian selama setahun yang dicicil setiap minggu.
Jadi kalau dalam hirarki bank-bank syariah yang telah ada sebelumnya, BWM adalah yang paling kecil ukurannya  atau berada pada lapisan terbawah. Menurut OJK sendiri, BWM tidak akan didesain untuk menjadi besar seperti bank yang selama ini kita kenal.
Dalam hirarki tersebut, yang terbesar tentu saja Bank Umum Syariah seperti Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah, dan sebagainya. Lalu di lapisan berikutnya adalah Bank Prekreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang sekarang cukup banyak menyebar di kota-kota kabupaten sampai kota kecamatan.Â
Di samping berbeda dari sisi ukuran, perbedaan yang utama antara BWM dengan bank lain pada umumnya, adalah menyangkut sumber dananya. Bank umum menerima simpanan dana dari masyarakat, sedangkan BWM tidak melakukan hal itu. Sumber dana BWM adalah dari donatur, makanya ada istilah wakafnya.
Donatur dari BWM sejauh ini adalah pribadi dan perusahaan yang menyerahkan donasinya ke Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas). Sebagian dari donasi tersebut "dikunci" sebagai deposito di Bank Syariah Mandiri atau bank syariah lainnya, yang imbal hasilnya dipakai untuk menutupi biaya operasional BWM. Sebagian lagi disalurkan kepada BWM yang ada sebagai dana bergulir.
Karena bersifat dana bergulir, maka tingkat kelancaran pengembalian pinjaman oleh nasabah BWM akan sangat menentukan gerak langkah BWM untuk tujuan yang lebih besar, yakni memberantas praktik rentenir. Semakin lancar pengembalian dari nasabah, semakin cepat pula bergulirnya dana tersebut kepada calon nasabah lain yang belum kebagian.
Jadi bagi mereka yang membutuhkan dana untuk usaha di rumah tangganya, yang kalau meminjam ke bank mendapat kesulitan karena tidak mempunyai jaminan, di samping juga tidak mampu dibebani bunga yang relatif tinggi, maka BWM menjadi jawabannya. Di BWM tidak ada biaya bunga, hanya dikenakan biaya administrasi yang amat rendah, 3 persen setiap tahun.
Berdasarkan data dari Kompas.com (6/4/2018), OJK telah memeberikan izin pendirian 20 BWM yang tersebar di 20 lokasi di Pulau Jawa. Sementara ini statusnya masih berupa pilot project, dan lokasi yang dipilih adalah yang berada di dekat pondok pesantren.
Jumlah pembiayaan yang telah diberikan oleh 2o BWM tersebut adalah sejumlah Rp 3,63 miliar ke hampir 4.000 nasabah. Nasabah BWM adalah masyarakat miskin yang mampu memenuhi kebutuhan dasar dan kelangsungan hidupnya, mempunyai usaha produktif skala rumah tangga atau memiliki kemauan kuat untuk ikut dalam program pemberdayaan agar taraf kehidupannya bisa diperbaiki.
Pemberdayaan tersebut berupa pelatihan dan pendampingan dari BWM yang menyalurkan dana. Pembiayaan diberikan per kelompok atau tangung renteng, sehingga bila seorang anggota mengalami hambatan dalam usahanya, akan dibantu oleh anggota satu kelompok lainnya.Â