Seorang pembaca Kompas menulis di rubrik Surat Pembaca, Sabtu (10/3). Isinya mengeluhkan kebijakan pengelola jaringan bioskop XXI dan CGV Cinemas yang melarang penonton membawa minuman dan makanan dari luar, sementara harga minuman dan makanan di bioskop bisa empat sampai lima kali lipat dari harga di kedai kecil.
Makanya tak heran kalau harga sebotol air mineral plus sekotak popcorn, bisa sama atau bahkan lebih mahal dari harga tiket bioskop.Â
Kebanyakan penonton menerima saja kondisi seperti itu. Bila punya uang pas-pasan untuk beli tiket, ya terpaksa puasa selama tayangan berlangsung.
Dalam bisnis penerbangan ternyata peraturannya lebih bersahabat. Maskapai berbiaya murah, yang tidak memberikan makanan dan minuman kepada penumpang.
Namun menjualnya dengan harga mahal, membolehkan penumpang membawa air mineral sendiri ke dalam pesawat. Demikian juga di kereta api.
Bila kita menonton pertunjukan musik, sering saat menukarkan tiket di pintu masuk, penonton mendapat sebotol minuman dan sekotak snack.Â
Tidak jelas apakah di harga tiket telah memasukkan harga minuman dan makanan, atau minuman dan makanan bersifat gratis dari sponsor. Yang jelas dalam hal ini penonton tidak merasa dirugikan.
Di kamar hotel berbintang biasanya punya mini bar  yang antara lain berisi minuman ringan dengan harga yang sama mahalnya seperti di bioskop. Ada teman yang begitu hausnya saat baru masuk kamar, santai saja mengambil dan meminum sebotol soft drink.Â
Lalu setelah itu ia turun ke bawah mencari warung kecil di pinggir jalan, membeli minuman bermerk sama, dan menarok kembali di mini bar,seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Kembali ke penonton bioskop, sangat bijak bila larangan membawa minuman sendiri ke dalam area bioskop dicabut saja oleh pengelola bioskop. Atau perlukah ada instansi resmi yang meminta terlebih dahulu?Â
Kalau begitu, mungkin Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), lembaga yang berwenang mengawasi agar tidak ada monopoli yang merugikan konsumen, perlu bertindak.
Memang akibatnya ada kemungkinan harga tiket bioskop jadi naik. Selama ini, satu layar yang berkapasitas sekitar 250 kursi, baru menuai keuntungan bila terisi lebih dari 30 persen.Â
Padahal di luar akhir pekan dan hari libur lainnya, jumlah penonton relatif sepi, dan manajemen bioskop berharap terkompensasi dari penjualan makanan dan minuman.
Tapi itu agaknya lebih fair dari pada terjadi pemerasan terselubung bagi penonton yang kehausan. Selama ini pun penonton sudah paham kalau menonton di hari biasa tiketnya lebih murah dari pada di hari libur.Â
Menonton di mal "pinggiran" juga lebih murah ketimbang yang di pusat kota. Jadi ada pilihan bagi calon penonton, kapan dan di mana mau menonton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H