Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta (Persija) baru saja menorehkan prestasi yang sudah sangat lama dinantikan penggemarnya, dengan menjuarai Turnamen Piala Presiden. Persija tampil memukau dengan mengandaskan Bali United 3-0 di partai final Sabtu (17/2) yang lalu.
Sang Gubernur Anies Baswedan yang tidak diizinkan mendampingi Presiden untuk menyerahkan piala, sampai saat ini masih jadi berita di media sosial maupun di berita televisi. Tentu ada pro kontra tentang hal ini, sesuatu yang wajar saja.
Sekadar berandai-andai saja, sekiranya Anies ikut mendampingi Presiden, sebetulnya juga ada "kekaburan" posisinya. Beliau sebagai penguasa DKI Jakarta bisa dianggap sebagai pembina Persija, maka posisinya adalah penerima piala.Â
Kalau Anies diposisikan sebagai bagian dari rombongan yang menyerahkan piala, maka justifikasinya bukan karena beliau yang punya "hajat", tapi lebih karena hajatan itu digelar di Gelora Bung Karno, yang meskipun merupakan aset negara (bukan Pemda DKI), namun terletak di Jakarta, wilayahnya Anies saat ini.
Perlu dimaklumi, sejak dana yang berasal dari anggaran negara atau anggaran daerah tidak boleh lagi dipakai klub sepak bola, maka sesungguhnya tidak ada kaitan langsung antara Pemda dengan klub di daerahnya, termasuk di Jakarta.
Ketika Ahok menjadi Gubernur DKI, sempat ada rencana Pemda DKI Jakarta untuk mengambil alih kepemilikan saham di Persija. Tentu melalui salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ada di Jakarta. Itupun BUMD-nya harus mendirikan perusahaan baru agar bisa mengakuisisi Persija.
Seperti klub Semen Padang, PT Semen Padang sebagai salah satu BUMN (sekarang menjadi perusahaan anak PT Semen Indonesia), menginisiasi pendirian PT baru sebagai pemilik klub Semen Padang. Tampaknya BUMN pun tidak boleh secara langsung punya klub, karena itu bukan bidang bisnisnya.
Seiring berpindahnya estafet kepemimpinan DKI dari Ahok ke Jarot dan berikutnya ke Anies, hilang pula rencana Pemda DKI untuk ikut-ikutan mengurus bola. Pemilik Persija saat ini yang sekaligus menjadi chief executive officer(CEO) untungnya cukup mahir berkomunikasi dengan Pemda, sehingga Pemda ikut "merasa" memiliki.
Mungkin memang lebih baik begitu. Maksudnya biarkan Persija tetap jadi swasta, tapi ditangan seorang CEO yang kompeten, Pemda pasti kebagian peran. Hanya saja sebagai sebuah perusahaan, Persija harus menerapkan tata kelola yang baik, termasuk transparansi dalam laporan keuangannya.
Bagi Pemda DKI, boleh saja mendompleng kebanggaan atas prestasi Persija. Tapi jangan lupakan, Persija punya beberapa "saudara muda" yang tidak jelas beritanya, atau luput dari pemantauan.
Bahkan ada saudara muda yang telah diadopsi daerah lain, yakni klub Persija Timur (Persijatim), setelah hinggap di Solo, sekarang nyaman di Palembang bersalin rupa menjadi Sriwijaya FC. Klub kebanggaan wong kito ini bisa menjadi batu sandungan bagi Persija di kompetisi Liga 1 musim 2018.