Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mlaku-mlaku Nang Tunjungan Tak Lagi Berkeringat

17 Februari 2018   08:08 Diperbarui: 17 Februari 2018   13:28 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung SIOLA (dok surabaya.panduanwisata.id)

Masih ingat lagu daerah dari Jawa Timur yang liriknya diawali dengan kalimat: "rek ayo rek, mlaku-mlaku nang Tunjungan"? Tunjungan adalah nama jalan yang menjadi pusat bisnis di Surabaya, dari tempo doeloe sampai sekarang.

Tapi tentu Tunjungan versi jadul berbeda dengan sekarang. Bila mengacu pada kisah lagu yang berjudul "Rek Ayo Rek" di atas, tergambar keramaian di pinggir jalan melewati toko-toko. Anak muda (Arek, sering disingkat rek) yang gak punya duit pun ikut mlaku-mlaku (jalan-jalan) di sana dan merasa lega bisa senggol-senggolan dengan cewek cantik.

TP1 sampai TP6 sambung menyambung (dok pribadi)
TP1 sampai TP6 sambung menyambung (dok pribadi)
Nah, sekarang toko-toko versi tradisional tersebut telah menjadi mal yang sambung menyambung, dari Tunjungan Plaza (TP) 1 sampai TP 6. Secara keseluruhan mal ini amat luas, tidak kalah dengan Pondok Indah Mall (PIM) atau Mal Kelapa Gading (MKG) di Jakarta. PIM dan MKG juga diberi nomor karena terdiri dari beberapa mal yang saling bersambung, tapi tidak sampai berjumlah 6 buah seperti TP di Surabaya.

Seperti halnya mal besar di Jakarta, TP juga merupakan kawasan yang terpadu dengan hotel dan apartemen. Di TP 6 ada hotel berketinggian 52 lantai, dan saat ini merupakan gedung tertinggi di Surabaya.

Warga yang mlaku-mlaku di TP tentu tidak mungkin berkantong kosong. Sekadar makan minum saja harganya berlipat ketimbang di warung biasa. Tapi nyatanya pengunjung tetap membludak, seperti yang terlihat saat libur Imlek (16/2) kemaren.

TP memeriahkan Imlek (dok pribadi)
TP memeriahkan Imlek (dok pribadi)
Jadi kalau dulu pengunjung berbelanja di toko-toko biasa sehingga uang mengalir ke banyak pedagang, sekarang meskipun di mal juga ada banyak tenant yang menjual aneka barang, pada ujungnya uang mengalir ke manajemen mal atau investornya. Lagi pula pedagang kecil tidak kuat membayar biaya sewanya.

Sedangkan bagi pengunjung, pasti merasa lebih nyaman karena mlaku-mlakutidak lagi berkeringat seperti di pasar tradisional.  Pendingin ruangan yang memadai (pasti menguras energi yang amat besar), adanya lift dan tangga berjalan, serta lobi dan  koridor yang luas untuk bersantai, menjadikan mal sekaligus sebagai ajang rekreasi. Tapi ya itu tadi, warga kelas bawah yang tak berduit tidak berani masuk mal.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Jelaslah ada "korban" yang tersisihkan di balik kemegahan kawasan Tunjungan saat ini. Bahkan di seberang TP ada lagi proyek Sentral Tunjungan yang masih berupa lahan yang telah dibebaskan dan di sekelilingnya diberi pagar tinggi bercat kuning dengan tulisan Sentral Tunjungan. Belum tahu, akan dibangun apa di lokasi ini, tapi sepertinya tidak jauh berbeda dengan TP.

Selain pedagang kecil dan konsumen wong cilik, yang juga menyusut di Tunjungan adalah bangunan-bangunan dari era jadul yang bernilai sejarah. Untungnya, masih ada beberapa bangunan peninggalan Belanda yang terpelihara.

Dok.hellosurabaya.com
Dok.hellosurabaya.com
Bangunan yang nilai historisnya paling tinggi adalah yang sekarang menjadi Hotel Majapahit. Dulu saat bernama Hotel Yamato,  pada tanggal 18 September 1945, arek-arek Suroboyo dengan gagah berani menyobek warna biru pada bendera Belanda, sehingga menyisakan warna merah putih saja.

Ada lagi gedung cantik yang bernama Gedung Siola yang didirikan tahun 1877. Dulunya adalah pusat grosir terbesar di Surabaya.  Gedung ini punya desain unik dan letak yang strategis karena berbentuk segitiga yang mempertemukan dua jalan besar.

Gedung SIOLA (dok surabaya.panduanwisata.id)
Gedung SIOLA (dok surabaya.panduanwisata.id)
Satu lagi yang layak disinggahi adalah Monumen Pers Perjuangan Surabaya. Meskipun telah banyak mengalami perubahan dengan gaya kekinian, masih ada bagian gedung yang bergaya jadul. Gedung ini sekarang merupakan museum untuk memperingati perjuangan para wartawan dalam melawan penjajah.

Di sana ada prasasti yang menandakan bahwa di gedung tersebut pada tanggal 1 September 1945 didirikan Kantor Berita Indonesia Antara yang mengabdi untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun