Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perbanyak Penayangan Lagu Wajib Nasional di Televisi

28 Januari 2018   20:11 Diperbarui: 28 Januari 2018   21:23 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artis masa kini menyanyikan lagu Rayuan Pulau Kelapa yang ditayangkan salah satu stasiun televisi (youtube.com)

Saya tidak tahu pasti apakah istilah "lagu wajib nasional" yang saya angkat sebagai judul, sudah tepat atau malah keliru. Yang saya maksud di sini adalah lagu-lagu yang memupuk rasa nasionalisme kita, selain lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Lagu-lagu tersebut, dulu sewaktu saya masih duduk di bangku SD dan SMP sering diajarkan guru kesenian. Mudah-mudahan sampai sekarang juga masih diajarkan di sekolah, mengingat manfaatnya sebagai salah satu cara untuk membangun karakter bangsa.

Setelah saya meninggalkan bangku sekolah, amat jarang saya mendengar lagu wajib nasional. Tentu ada pengecualian, karena di sekitar tanggal 17 Agustus saat memperingati ulang tahun kemerdekaan, lagu-lagu ini sering berkumandang. Sesekali terdengar pula di tanggal 20 Mei (Hari Kebangkitan Nasional), 28 Oktober (Hari Sumpah Pemuda), dan 10 November (Hari Pahlawan).

Dulu, saat TVRI menjadi satu-satunya stasiun televisi yang kita punya, dengan jam siaran dari pukul 17.00 sampai sekitar 23.00, setiap mau siaran selalu dibuka dengan lagu Indonesia Raya dan ditutup dengan lagu Rayuan Pulau Kelapa.

Sekarang karena semua stasiun televisi nasional beroperasi sepanjang 24 jam atau mendekati itu, maka penayangan lagu kebangsaan atau lagu wajib nasional di banyak stasiun televisi, ditayangkan sekitar dini hari, saat penonton relatif sedikit.

Maka ketika saya beberapa kali menonton tayangan lagu-lagu secara medley, yang diawali lagu Rayuan Pulau Kelapa, di sela-sela perpindahan acara di siang atau malam hari dari stasiun televisi tertua di negara kita, saya merasa surprise. 

Saya sengaja menyimak penayangan tersebut dengan penuh konsentrasi. Seketika itu juga saya merinding dalam arti positif, haru sekaligus bangga ditakdirkan sebagai orang Indonesia.

Apalagi lagu tersebut dibawakan oleh beberapa artis nasional masa kini, dengan aransemen yang ngepop, serta latar belakang keindahan alam tanah air yang memukau. Belakangan saya tahu bahwa lagu tersebut adalah proyek idealis para artis papan atas dengan menelorkan album "Satu Indonesia".

Memang, lagu Rayuan Pulau Kelapa ciptaan Ismail Marzuki, punya irama yang enak didengar. Liriknya juga menghanyutkan perasaan. Coba simak penggalan liriknya: melambai-lambai nyiur di pantai/berbisik-bisik raja kelana/memuja pulau nan indah permai/tanah airku Indonesia.

Saya teringat di salah satu stasiun televisi pernah pula menayangkan lagu ciptaan Ismail Marzuki lainnya yang berjudul Indonesia Pusaka. Ini lagu yang  tidak kalah syahdunya. Sebagian liriknya berbunyi: di sana tempat lahir beta/dibuai dibesarkan bunda/tempat berlindung di hari tua/tempat akhir menutup mata.

Betapa menggugahnya lagu Indonesia Pusaka tersebut, sampai-sampai seorang Rosalina Musa, komentator warga Singapura di acara festival dangdut se Asia di salah satu stasiun televisi swasta, mengakui suka mendengarkannya, dan ia mampu menyanyikannya dengan benar. Lagu ini memang menjadi salah satu lagu penutup siaran di televisi penyelenggara festival dangdut tersebut.

Lagu penutup yang juga sering ditayangkan di beberapa stasiun televisi adalah Tanah Airku ciptaan Ibu Sud, Bagimu Negeri ciptaan Kusbini, dan Syukur ciptaan H. Mutahar.  Tentu ada lagu lainnya yang luput dari perhatian saya.

Dalam "Tanah Airku", yang menjadi lagu wajib nasional favorit saya, Ibu Sud menulis: tanah airku tidak kulupakan/kan terkenangselama hidupku/biarpun saya pergi jauh/tidak kan hilang dari kalbu/tanahku yang kucintai/engkau kuhargai.

Yang menjadi pertanyaan saya, kenapa televisi swasta hanya mengalokasikan waktu closing saja untuk lagu-lagu wajib nasional. Ya, kita tahu harga per menit, bahkan per detik, di waktu prime time, sangatlah mahal. Tapi bukankah mewujudkan rasa persatuan untuk merawat ke-Indonesia-an kita lebih mahal lagi harganya, dan menjadi kewajiban kita semua. Salah satu caranya, ditanamkan melalui lagu wajib nasional.

Maka, sebagai perwujudan corporate social responsibilities, alangkah eloknya bila semua stasiun televisi memperbanyak penayangan lagu wajib nasional, termasuk di jam-jam yang padat iklan.

Rasanya pengelola stasiun televisi pasti tidak keberatan menyisihkan waktu sekitar lima menit di sekitar jam 18.00 sampai 21.00 waktu setempat. Toh, selama ini pun semua televisi setiap hari menayangkan azan magrib, meskipun sudah masuk kategori jam yang mahal, jauh lebih mahal dari waktu penayangan azan subuh yang juga berkumandang dari banyak stasiun televisi.

Kalau penayangan azan memupuk sisi spritual pemirsa, khususnya yang beragama Islam, maka akan komplit bila ditambah dengan penayangan lagu wajib nasional. Dengan demikian diharapkan masyarakat kita menjadi masyarakat religius yang nasionalis. 

Apalagi di tahun politik saat pilkada serentak digelar seperti tahun ini dan tahun depan. Kita wajib mengingatkan bahwa persatuan bangsa jauh lebih berharga ketimbang sekadar memenangkan jagoan kita di saat pemilu. 

Dengan penayangan lagu yang dikemas bergaya pop, pemirsa akan tertarik untuk menonton dan sekaligus meresapi maknanya. Cara ini lebih efektif ketimbang  tayangan pejabat berpidato, meskipun isi pidatonya sangat bernilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun